Yogyakarta, 11 Juni 2008
Komunitas Budaya Yogya Semesta untuk ke -13 kalinya menyelenggarakan dialog rutin dengan tajuk Dialog Budaya dan Gelar Seni "Yogya Semesta" setiap Selasa Wagenan di Bangsal Kepatihan. Pada putaran ke-13 ini mengambil tema "Bung Karno, Islam, Pancasila dan NKRI". Tema tersebut disajikan dalam bentuk talk show dan dishooting oleh Jogja TV (dan biasanya juga RRI Nusantara II Yogyakarta). Hadir dalam talk show tersebut 3 narasumber : Prof. Dr. Tajuddin Noor Effendi (alumnus GMNI, Guru Besar FISIPOL UGM), Kyai HM Jazir ASP (Aktivis LSM Komite Indonesia Masa Depan, Kyai Sejarawan, yang dulu suka mengoleksi kaset pidato Ir Soekarno), Dr. Chairil Anwar (alumnus HMI, dosen FMIPA, UGM). acara tersebut dipandu oleh Drs. Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc. (direktur eksekutif national e-Gov development Center-UGM, Penggiat teater UGM) dan Empunya Dialog Budaya, Romo Hari Dendi.
Sebelum acara talk show, diawali dengan pentas teater oleh Teater UGM yang mengambil tema,"Lahirnya Boedi Utomo" yang disutradarai oleh Drs. Suharyoso. Pentas teater ini direkam untuk dijadikan bahan ajar pengajaran Sejarah Berdirinya Budi Utomo, bahkan pelajaran-pelajaran lainnya. Adegan awal dari teater tersebut berupa prolog kondisi keterpurukan perekonomian, politik di Hindia Belanda, yang kemudian menjadikan seorang Dr. Wahidin Sudirohusodo gelisah, kegelisahannya itu dicurahkan kepada seorang pemuda STOVIA yang bernama Soetomo. Kemudian Soetomo bersama teman-temannya termasuk di dalamnya para Adipati di daerah sekitar untuk membentuk organisasi modern, "Budi Utomo". Di sana kita melihat kondisi ketika Budi Utomo melakukan konggres, ada perbedaan pendapat, saling sharing dan sebagainya. Para pemainnya berbusana Jawa.
Di sela-sela dialog tersebut kita bisa mendengarkan lagu-lagu kenangan dan pembangkit nasionalisme oleh Nala String Ansamble dari Grup Alumni ISI pimpinan Nona Eva. Kita bisa membenamkan diri dalam suasana masa lalu dengan konsep musik gesek dan tiup dari mereka. Mereka memang telah beberapa kali tampil dalam acara tersebut.
Apa reaksi Bung Karno, jika sekiranya ia bisa bangkit kembali dan melihat situasi bangsa dan negara saat ini? Bisa diperkirakan airmata Soekarmo akan mengucur tiada hentinya. banyak sekali yang akan ia tangisi, tetapi yang utama adalah pudarnya persatuan dan kesatuan. Ia telah berjuang sejak muda, memupuk persatuan dan kesatuan di tengah-tengah kondisi yang berpotensi pecah belah.
Bung Karno merupakan orang yang bisa merangkul banyak golongan, baik lawan maupun kawan. Beliau merupakan keturunan Jawa dan Bali. Sebenarnya dia sangat dekat dengan ajaran Hindu. Pergaulannya dengan teman-temannya telah menyumbangkan sejumlah pemikiran yang nasionalistis. HOS Cokroaminotolah yang telah berhasil membimbing tokoh-tokoh nasional. Sebagian besar muridnya punya kans jadi presiden, salah satunya yang jadi presiden yang nasionalis adalah Ir. Soekarno. Punya pandangan Muhammadiyah, setelah di bengkulu mengenal Ibu Fatmawati.
Menurut penuturan, Kyai HM Jazir ASP yang dijuluki oleh Romo Hari Dendi dengan kamus berjalan dalam sejarah karena hapal tahun-tahun bersejarah dengan detil, mengungkapkan, bahwa ketika Bapak Soekarno pidato di Istora Senayan,"...Ibu saya Hindu, bapak saya Islam-Islaman, 15 tahun mendalami Islam kepada HOS Cokroaminoto, sering mendengar khutbah Kh Ahmad Dahlan. Islam itu mundur karena menutup jihad, kalau bisa muslim itu sebersih-bersih tauhid, sepandai-pandai siasat.........Nama kecilnya Kusno, diganti Soekarno yang membela siapa saja.
Ir Soekarno mendapatkan Doktor Honoris causa di bidang tauhid. Beliau merupakan seorang ahli simbol. Oleh karena mencintai Yogyakarta sebagai kota perjuangan yang melahirkan para pahlawan, maka beliau design Masjid Syuhada di Yogyakarta. Istiqlal merupakan jiwa merdeka yang bisa dicapai dengan Syuhada. Indonesia akan dia bawa ke Baiturrahman (rumah yang penuh kasih sayang). Untuk mencapainya dibutuhkan pemuda yang menguasai IMTAQ dan IPTEK (kyai intelek-intelek kyai), maka di ITB didirikan Masjid Shalman al Farishy (arsitek muslim). Agar Islam menjadi ajaran global, maka harus mi'raj dalam mind, bukan badan yang mi'raj. Kalau Indonesia pingin maju ya harus memiliki pikiran seperti orang Barat. Mungkin mendengar penuturan KH Jazir tentang banyak kisah, kita akan terhanyut di dalamnya.
Tatkala memberikan sambutannya pada sidang kabinet 15 januari 1966 di istana Merdeka, presiden Soekarno bercerita,"aku ini kecil dari mula, ....yang menjadi gandrung saya bahkan yang saya derita untuknya, yang saya dimasukkan dalam penjara untuknya, yang saya dibuang di dalam pembuangan untuknya, bahkan pernah yang hampir -hampir saya didrel mati di Brastagi untuk bangsa, tanah air, kemerdekaan dan negara....Bangsa harus menjadi bangsa yang kuat dan besar. Oleh karena itulah belakangan ini selalu saya menangis, bahkan donder-donder, marah-marah. Hee, bangsa Indonesia, jangan gontok-gomtokan!!"
Ketika Pancasila masih dalam sebagai draft, persatuan Indonesia dijadikan sila pertama. tanpa persatuan, suatu bangsa mustahil maju membangun dirinya. ia kerap menyitir ucapan arnold Toynbee bahwa "A great civilization never goes down unless it destroy itself from within" Atau ucapan Abraham Lincoln,"A nation divided against itself, cannot stand". Mana ada bangsa yang bisa bertahan jika terpecah belah di dalamnya? Demikian juga nantinya nasib NKRI, jika bangsa ini senantiasa merongrong semangat persatuan dan kesatuan bangsa itu justru oleh kita sendiri.
Ketika kita mengenang sosok Soekarno sekaligus karya besarnya Pancasila saat ini, Indonesia sesungguhnya sedang berjalan menuju disintegrasi bangsa. Faktor pokoknya karena bangsa ini hidup dalam situasi anomali atau valueless state. Di satu sisi kita sudah meninggalkan Pancasila, walaupun secara teoritis masih mengakui sebagai ideologi, di sisi lain nilai penggantinya belum diformalkan. Memang kita sedang bereksperimen dengan liberalisme beserta kapitalisme sebagai anak kandungnya, meski banyak elemen masyarakat yang menolak ideologi tersebut.
Tak mungkin bicara NKRI dan Pancasila tanpa menyebut nama Bung Karno. Demikian juga bila bicara tentang Islam. Pada tahun 1940 di Panji Islam beliau menulis "Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara" Menurutnya Islam dipisahkan dari negara agar supaya Islam menjadi merdeka dan negara pun menjadi merdeka. Agar supaya islam bisa berdiri sendiri, agar supaya Islam subur dan negarapun subur pula.
Menurut Dahlan Ranuwiharjo, Soekarno bukanlah nasionalisme sekuler, tetapi dia merupakan nasionalis religius. Demikian pula menurut Wajiz Anwar (dosen filsafat UIN Yogyakarta), Soekarno itu seorang pembaharu pemikiran islam terbesar Abad 20 yang berhasil mengawinkan pemikiran Islam dengan filsafat Yunani.
Dalam suratnya ke Redaktur Panji Islam, Bapak Soekarno menyatakan bahwa Islam adalah satu agama yang luas yang menuju pada persatuan manusia. ia menginginkan Islam modern dengan membawa misi universal Islam, rahmatan lil alamin. Islam bukan untuk segolongan manusia, tetapi bagi ummat manusia dengan membawa rahmat bagi seluruh isi alam semesta. Agama Islam hanyalah bisa kita pelajari sedalam-dalamnya kalau kita bisa membukakan semua pintu-pintu budi akal kita bagi semua pikiran-pikiran yang berhubungan kepadanya dan harus kita saring lewat Al Quran dan Sunnah Nabi.
Perlu disadarilah masih banyak orang yang mengaku Islam, tetapi kelakuannya tidak rahmatan lil alamin.
Referensi :
Hari Dendi,"Dialog Budaya dan Gelar Seni "Yogya Semesta" Seri 13 : Bung Karno, Islam, Pancasila dan NKRI" di bangsal Kepatihan, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment