


Berita Cina Dinasti Tang menceritakan sebuah Kerajaan yang namanya Kaling (kalingga). Problema bahasa meragukan kebenaran cerita. Kehidupan kerajaan itu kira-kira pertengahan abad 7. Kalau tuk mas menceritakan tahun 500 M, itu berarti Kaling telah ada sejak masa itu, hanya saja pada pertengahan Abad 7 itulah Kaling mengalami kejayaan atau ada Kerajaan cikal bakal Mataram Kuno yang lain. Waktu itu kerajaan Tarumanegara (Citarum) sudah jarang diceritakan orang, hanya Holing atau Kalingga.
Ada dugaan kalau Kaling itu merupakan keturunan India, Dinasti Harsya (Kalinga India) yag telah dimusnahkan oleh Kerajaan di India. Imigran dari Kaling, India ini mencoba nasib di wilayah seberang dan membentuk peradaban Kaling di Jawa.
Ada dugaan kalau Kaling itu merupakan keturunan India, Dinasti Harsya (Kalinga India) yag telah dimusnahkan oleh Kerajaan di India. Imigran dari Kaling, India ini mencoba nasib di wilayah seberang dan membentuk peradaban Kaling di Jawa.
Ada sebuah sumber kalau dulu ada Raja namanya Sanaha. Dalam buku catatan Cina (abad 7-10M) lebih banyak memuata Kerajaan Holing di Jawa. Holing (Kalingga) dinyatakan sebagai kerajaan yang makmur, penghasil beras, emas, gading (barang dagangan). Ibukota kerajaan dipagari kayu dan atap rumai-rumbai. Raja duduk di singgasana gading, istananya bersusun (tinggi), ketika ada pisowanan rakyat duduk di bawah. Rajanya biasanya bercengkerama sambil melihat danau/telaga/lautan di daerah pegunungan pada dataran tinggi Lang Pi go (Dieng). Mungkin yang dimaksud orang Cina tadi adalah rawa Pening atau mungkin Pegunungan Ungaran, masih banyak dugaan. Sering kali utusan Holing datang ke Cina.
Pada waktu itu orang-orang Holing sudah mengenal arak dari endapan air kelapa (mungkin legen) untuk menghangatkan badan. Mereka makan dengan tangan.
Di Kaling juga disebutkan ada Raja perempuan yang sangat sakti, adil, tegas dalam menerapkan disiplin kerajaan. Bagi sipa saja yang mencuri akan dihukum setimpal. Dia tidak mau ada kebatilan di Kerajaan sedikitpun. Mungkin wajarlah kalau di daerah Jawa Tengah banyak bupati perempuan, seperti Ibu Rustriningsih. Waktu itu kira-kira akhir abad 7 M, dia, Simha, Simo, memerintah dengan menegakkan hukum secara tegas, untuk menjaga ketertiban dan ketentraman. Diapun berhasil sehingga tidak seorangpun yang berani menyentuh barang-barang milik orang lain. Cerita ketertiban di Kaling ini tidak dipercayai Raja lain (Ta-che) sehingga dia sengaja mau mencobain warga Kaling. Benar, tidak satupun menyentuh pundi-pundi emas yang dipajang di jalan. Malang tidak bisa ditolak, setelah tiga tahun tidak seorangpun yang menyentuhnya, putra mahkota justru menendang pundi-pundi itu. Betapa Raja Tache tertawa terbahak-bahak berhasil mengerjain Raja perempuan itu mungkin. Ratu Simha dengan tegas menetapkan hukuman mati dipancung kepalanya bagi putra mahkota. Para menteri membujuk Ratu Simha agar tidak menghukum putra mahkota karena tidak mungkin dilakukannya, atau membujuknya agar hukuman diperingan. Hukum harus ditegakkan, jari kaki putra mahkota lah yang dipotong. Menurut catatan perjalanan Itsing (musafir Cina) bahwa pada tahun 644 ada seorang ahli filsafat dari Tionghoa yang bernama Wuining, dia mengunjungi teman sejawatnya yang Jawa tulen, namanya Djnanabadhra. Mereka menterjemahkan naskah Budha Hinayana, ke dalam bahasa Tionghoa.
Penguasa selanjutnya kerajaan di sana yaitu Sanjaya. Sanjaya diceritakan memiliki hubungan dengan Simha, mungkin anak, mungkin saudara. Dalam berita Cina menyatakan bahwa penguasa Mataram Kuno waktu itu beragama Budha, ayahnya beragama Hindu. Ibu dari Sanjaya adalah Raja perempuan yang sangat sakti yang memerintah Holing, yakni Simha. Ada berita lain yang menyatakan dia saudaranya Simha. Tidak pernah ada cerita tentang Sanjaya yang kakinya dipotong oleh Ibunya. Sanjaya-lah peletak dasar Mataram Kuno. (bersambung)
No comments:
Post a Comment