Jerman, Deutchland, adalah negara pusat industri dan kemajuan IPTEK di dunia. Bila orangtua punya anak selalu berdoa agar anaknya berotak Jerman. Yah, gak papa, yang penting jangan pingin seperti Hitler, nanti menjadi killer. Jerman yang dulu terbagi dua, Jerman Timur dan barat telah menjadi satu sejak diruntuhkan tembok Berlin, di mana angin demokratisasi berhembus kencang di dunia. Di situ ada tokoh yang namanya Helmut Kohl, sejarawan yang menyatukan Jerman.
Jerman memiliki kota-kota yang indah dengan bangunan yang menggunakan seni arsitektur tinggi. Ada katedral besar dengan kubahnya. Munchen, Berlin, Hamburg, Hannover menawarkan ciri masing-masing. Kemudian kota di gunung.
Menurut Ibu Wening Udasmoro, orang Jerman tidak pernah meributkan segala hal yang namanya status. Orang Jerman mementingkan kualitas hidup. Mereka tidak pernah takut telat nikah ataupun telat punya anak. Mereka dapat punya anak ataupun tidak dalam kehidupan rumah tangganya. Mereka betul-betul menikmati pekerjaan dan ilmu pengetahuan. Bisnis, industri, IPTEK adalah istimewa sekali. Baru menginjak umur 40 tahun mereka akan menentukan akan menikah atau tidak. Dan itu urusan pribadi, tidak menjadi problem dalam pergaulan sehari-hari. Bahkan di Jerman ada sopan santun, jangan pernah secara langsung maupun tidak langsung bertanya tentang status, gaji, umur. Mereka akan punya anak atau tidak itupun hak asasi. Umur 40 tahun mereka memulai kehidupan yang baru, setelah berjuang dalam hidup. Dan tidak seorangpun komentar tentang ini.
Beda dengan di daerah sekitar kita yang menganggap melajang adalah hal tidak umum. Tidak punya anak juga tidak umum, apalagi menjanda. Kalau berumah tangga tidak boleh macam-macam, nanti menjadi tidak umum, seolah-olah hidup sudah selesai dengan berumah tangga. Wis menthas, ning urung bisa mranthasi dhewe uripe dhewe. Banyak yang belum menikah justru hidup mandiri.
Saya punya teman Jerman yang sangat mengagumi Sang Budha Gautama. Beliau pun tidak menjalani pernikahan dan tidak pula kumpul kebo. Katanya salju di kotanya yang setinggi lebih dari 1 m, seperti es padat itu, dan licin, sehingga berbahaya. Saya berkata, indahnya salju-salju itu berjatuhan di atas tanah. Dia justru berkata, itu berbahaya.
No comments:
Post a Comment