Pariwisata merupakan industri terbesar dunia abad 21. Kalau selama ini Bali menjadi kota wisata pertama se-Indonesia, setelah teror bom di Bali beberapa waktu yang lalu, masihkah Bali menjadi nomor 1. Lalu mana yang kedua, katanya Yogyakarta-lah yang nomor dua. Seolah julukan yang ke-2 itu menjadi kian relatif. Yogyakarta pernah menjadi julukan yang ke-dua, lalu setelah gempa bumi 27 Mei 2006, masih mungkinkah menjadi ke-dua atau bahkan menjadi terkemuka. Beberapa waktu yang lalu seorang pembicara di Seminar juga menyebutkan bahwa Lagoi merupakan kota wisata yang kedua setelah Bali. Mungkin nanti ada beberapa daerah lain juga yang menjuluki diri mereka menjadi kota wisata kedua setelah Bali. Siapa yang memberi julukan itu ?
Bali terkenal dengan pantai-pantai surganya, Lagoi juga punya, Banten juga punya, Yogyakarta yang terletak di utara Samudera Indonesia juga punya pantai-pantai surga, tetapi kenapa hanya Bali yang dikenal di luar negeri. Indonesia just Bali, why? Mungkin Provinsi yang sangat terkenal melebihi negaranya adalah Bali (???????). Seorang siswa SMU yang sedang mengikuti AFS (Program pertukaran pelajaran) di Amerika, ditanyai temannya, Where are you coming from ? Dia menjawab : I am from Indonesia, kemudian temannya tadi bertanya balik : Indonesia? Where is it ? Indonesia is Bali ?. Mungkin dengan muka agak kemerah-merahan pelajar Yogyakarta tadi menerangkan bahwa Indonesia bukan hanya Bali, tetapi ada beberapa Pulau. Bagaimana ya kalau dia mengaku dari Yogyakarta ? Mungkin juga akan bertanya Yogyakarta, where ?. Itu dulu. Entahlah apakah ketika PH asing mengadakan syuting di Kalimantan (Borneo), apakah mereka masih merasa ada d Indonesia, jangan-jangan persepsi mereka tentang Borneo adalah bagian Indonesia juga kacau lagi. Tetapi kita patut lega juga ketika beberapa mahasiswa asing yang studi di Australia mengatakan hal-hal tentang Yogyakarta, misalnya ada yang bilang Yogyakarta is harmony city, ada juga yang berkata Yogyakarta identik dengan Kasultanan. Jadi Yogyakarta masih aman. Kenapa Bali begitu terkemuka ? Ternyata walaupun di Bali ada keterbukaan terhadap pendatang asing, tetapi kebudayaan lokal masih terjaga dengan baik. Penduduknya adalah pemuja kebudayaan lokal, tetapi sangat friendly terhadap budaya lain. Banyak penduduk lokal yang mau menikah dengan orang asing. Mereka mendapat mata pencaharian dari kedatangan turis-turis mancanegara. Agen promosi dari mulut ke mulut tentang Bali telah menjadikan Bali sering dikunjungi turis. Mereka datang menambah devisa negara. Dalam diri mereka tertanam kenangan yang terindah tentang kehidupan masyarakat dikombinasi keindahan alamnya, sehingga mereka menyiarkannya kepada yang lain, baik face to face maupun melalui teknologi informatika. Jadilah Bali semakin terkemuka. Yogyakarta memiliki modal pariwisata yang pantas didaya saingkan. Yogyakarta menyimpan pusaka budaya, pusaka alam, pusaka budaya dan alam, pusaka saujana. Kita sebut saja Candi Prambanan, Taman Sari, Kraton Yogyakarta dan Puro Pakualam, Candi Kalasan, Candi Boko, Candi Sambisari, Museum Sonobudoyo, Museum Ullen Sentalu dan masih banyak lagi. Di samping itu masih ditemukan desa-desa dengan banyak potensi baik budaya tradisional, kerajinannya maupun keindahan alamnya. Pantai-pantai yang membujur dari ujung tenggara Gunung Kidul hingga titik paling barat Kulon Progo dengan ciri khas keindahan masing-masing, pantai sadeng, Kukup, Krakal, Wedi Ombo, Baron, Samas, Parang Tritis, Pandan Simo dan lainnya. Juga ada faktor hidden tourism capital lainnya. Pusaka-pusaka ini menjadi daya tarik bagi orang asing untuk datang ke sini. Lalu kenapa Yogyakarta masih menempati rangking ke-dua, bahkan itu pun masih ada daerah lain yang dianggap sebagai daerah wisata ke-dua, selalu setelah Bali.
Kalau kita melihat data kunjungan wisatawan yang datang ke Indonesia maka dapat dikatakan bahwa sejak tahun 1998 jumlah wisatawan yang masuk ke DIY mengalami penurunan. Pada tahun 1995 wisman yang datang ke DIY sebanyak 344.000; wisnus sebanyak 837.000. Pada tahun 1996 wisman yang datang 351.000; wisnus yang datang 901.000. Pada tahun 1997 DIY dikunjungi 277.000 wisman dan 638.000 wisnus. Pada tahun 1998 DIY dikunjungi 78.000 wisman dan 309.000 wisnus. Pada tahun 1999 wisman yang berkunjung ke DIY sebanyak 73.000; ada wisnus sebanyak 440.000 orang. Pada tahun 2000 wisman yang telah berkunjung sebanyak 78.000 orang dan wisnus sebanyak 540.000 orang. Sebanyak 92.000 wisman dan 739.000 wisnus berkunjung ke DIY pada tahun 2001. Pada tahun 2002 DIY dikunjungi wisman 90.777 orang dan wisnus sebanyak 888.360 orang. Pada tahun 2003 DIY dikunjungi wisman sebanyak 95.629 orang dan wisnus sebanyak 1.234.690 orang. Pada tahun 2004 DIY dikunjungi wisman 103.401 orang dan wisnus sebanyak 1.792.000 orang. Pada tahun 2005 DIY dikunjungi 103.488 wisman dan 1.850.683 wisnus. Pada tahun 2006 kunjungan wisman menjadi menurun hingga sebanyak 78.145 orang wisman dan 914.824 wisnus. Dari kunjungan-kunjungan tersebut, dapat dilihat bahwa 21,50 % wisatawan berkunjung ke situs-situs sejarah; 21,35 % ke peninggalan budaya; 19,46 % ke ekowisata; 5,53 % cenderung pada wisata belanja; 4,40 % untuk wisata malam, dan 3,53 % ke objek lainnya.
Dilihat dari data dia atas tampak ada penurunan wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta sejak tahun 1998 - 2003. Kalau dilihat situasi saat itu memang Indonesia sedang terjadi masa transisi dari era Orba ke era reformasi, yang diwarnai dengan kericuhan-kericuhan. Ketika kunjungan itu sedang meningkat hingga 26,10 % pada tahun 2004, pada tahun 2006 kunjungan wisatawan turun hingga 50,57 %. Gempa bumi 27 Mei 2006, Merapi meletus sekitar bulan itu juga, masih pada saat yang sama juga tsunami di pantai selatan. Sebelum gempa pada bulan Juni-Oktober 2005, wisatawan yang mengunjungi Candi Prambanan mencapai 392.712 orang, setelah gempa bumi Juni-Oktober 2006 hanya ada 105.652 wisatawan yang berkunjung ke sana.
Bali terkenal dengan pantai-pantai surganya, Lagoi juga punya, Banten juga punya, Yogyakarta yang terletak di utara Samudera Indonesia juga punya pantai-pantai surga, tetapi kenapa hanya Bali yang dikenal di luar negeri. Indonesia just Bali, why? Mungkin Provinsi yang sangat terkenal melebihi negaranya adalah Bali (???????). Seorang siswa SMU yang sedang mengikuti AFS (Program pertukaran pelajaran) di Amerika, ditanyai temannya, Where are you coming from ? Dia menjawab : I am from Indonesia, kemudian temannya tadi bertanya balik : Indonesia? Where is it ? Indonesia is Bali ?. Mungkin dengan muka agak kemerah-merahan pelajar Yogyakarta tadi menerangkan bahwa Indonesia bukan hanya Bali, tetapi ada beberapa Pulau. Bagaimana ya kalau dia mengaku dari Yogyakarta ? Mungkin juga akan bertanya Yogyakarta, where ?. Itu dulu. Entahlah apakah ketika PH asing mengadakan syuting di Kalimantan (Borneo), apakah mereka masih merasa ada d Indonesia, jangan-jangan persepsi mereka tentang Borneo adalah bagian Indonesia juga kacau lagi. Tetapi kita patut lega juga ketika beberapa mahasiswa asing yang studi di Australia mengatakan hal-hal tentang Yogyakarta, misalnya ada yang bilang Yogyakarta is harmony city, ada juga yang berkata Yogyakarta identik dengan Kasultanan. Jadi Yogyakarta masih aman. Kenapa Bali begitu terkemuka ? Ternyata walaupun di Bali ada keterbukaan terhadap pendatang asing, tetapi kebudayaan lokal masih terjaga dengan baik. Penduduknya adalah pemuja kebudayaan lokal, tetapi sangat friendly terhadap budaya lain. Banyak penduduk lokal yang mau menikah dengan orang asing. Mereka mendapat mata pencaharian dari kedatangan turis-turis mancanegara. Agen promosi dari mulut ke mulut tentang Bali telah menjadikan Bali sering dikunjungi turis. Mereka datang menambah devisa negara. Dalam diri mereka tertanam kenangan yang terindah tentang kehidupan masyarakat dikombinasi keindahan alamnya, sehingga mereka menyiarkannya kepada yang lain, baik face to face maupun melalui teknologi informatika. Jadilah Bali semakin terkemuka. Yogyakarta memiliki modal pariwisata yang pantas didaya saingkan. Yogyakarta menyimpan pusaka budaya, pusaka alam, pusaka budaya dan alam, pusaka saujana. Kita sebut saja Candi Prambanan, Taman Sari, Kraton Yogyakarta dan Puro Pakualam, Candi Kalasan, Candi Boko, Candi Sambisari, Museum Sonobudoyo, Museum Ullen Sentalu dan masih banyak lagi. Di samping itu masih ditemukan desa-desa dengan banyak potensi baik budaya tradisional, kerajinannya maupun keindahan alamnya. Pantai-pantai yang membujur dari ujung tenggara Gunung Kidul hingga titik paling barat Kulon Progo dengan ciri khas keindahan masing-masing, pantai sadeng, Kukup, Krakal, Wedi Ombo, Baron, Samas, Parang Tritis, Pandan Simo dan lainnya. Juga ada faktor hidden tourism capital lainnya. Pusaka-pusaka ini menjadi daya tarik bagi orang asing untuk datang ke sini. Lalu kenapa Yogyakarta masih menempati rangking ke-dua, bahkan itu pun masih ada daerah lain yang dianggap sebagai daerah wisata ke-dua, selalu setelah Bali.
Kalau kita melihat data kunjungan wisatawan yang datang ke Indonesia maka dapat dikatakan bahwa sejak tahun 1998 jumlah wisatawan yang masuk ke DIY mengalami penurunan. Pada tahun 1995 wisman yang datang ke DIY sebanyak 344.000; wisnus sebanyak 837.000. Pada tahun 1996 wisman yang datang 351.000; wisnus yang datang 901.000. Pada tahun 1997 DIY dikunjungi 277.000 wisman dan 638.000 wisnus. Pada tahun 1998 DIY dikunjungi 78.000 wisman dan 309.000 wisnus. Pada tahun 1999 wisman yang berkunjung ke DIY sebanyak 73.000; ada wisnus sebanyak 440.000 orang. Pada tahun 2000 wisman yang telah berkunjung sebanyak 78.000 orang dan wisnus sebanyak 540.000 orang. Sebanyak 92.000 wisman dan 739.000 wisnus berkunjung ke DIY pada tahun 2001. Pada tahun 2002 DIY dikunjungi wisman 90.777 orang dan wisnus sebanyak 888.360 orang. Pada tahun 2003 DIY dikunjungi wisman sebanyak 95.629 orang dan wisnus sebanyak 1.234.690 orang. Pada tahun 2004 DIY dikunjungi wisman 103.401 orang dan wisnus sebanyak 1.792.000 orang. Pada tahun 2005 DIY dikunjungi 103.488 wisman dan 1.850.683 wisnus. Pada tahun 2006 kunjungan wisman menjadi menurun hingga sebanyak 78.145 orang wisman dan 914.824 wisnus. Dari kunjungan-kunjungan tersebut, dapat dilihat bahwa 21,50 % wisatawan berkunjung ke situs-situs sejarah; 21,35 % ke peninggalan budaya; 19,46 % ke ekowisata; 5,53 % cenderung pada wisata belanja; 4,40 % untuk wisata malam, dan 3,53 % ke objek lainnya.
Dilihat dari data dia atas tampak ada penurunan wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta sejak tahun 1998 - 2003. Kalau dilihat situasi saat itu memang Indonesia sedang terjadi masa transisi dari era Orba ke era reformasi, yang diwarnai dengan kericuhan-kericuhan. Ketika kunjungan itu sedang meningkat hingga 26,10 % pada tahun 2004, pada tahun 2006 kunjungan wisatawan turun hingga 50,57 %. Gempa bumi 27 Mei 2006, Merapi meletus sekitar bulan itu juga, masih pada saat yang sama juga tsunami di pantai selatan. Sebelum gempa pada bulan Juni-Oktober 2005, wisatawan yang mengunjungi Candi Prambanan mencapai 392.712 orang, setelah gempa bumi Juni-Oktober 2006 hanya ada 105.652 wisatawan yang berkunjung ke sana.
Selain faktor alam yang mempengaruhi daya tarik wisata, ternyata terletak pada kurang berkelanjutannya pemeliharaan objek wisata. Banyak sekali objek wisata di DIY, tetapi belum ada update terhadap performance objek wisata tersebut. Semestinya setiap objek wisata memiliki sesuatu yang lain daripada yang lain, ada ciri khasnya. Ada beberapa objek wisata yang telah mengutamakan kebersihan, baik ruang pandangnya maupun fasilitasnya, tetapi ada beberapa objek pariwisata yang kurang peduli kebersihan, tidak memiliki toilet yang memadai. Saya pernah melihat beberapa objek wisata yang semakin hari bukannya bertambah enak dipandang, tetapi justru semakin kumuh, kolamnya kering, pohon-pohonnya meranggas. Update-update, pembenahan, penambahan daya tarik sebuah objek wisata jarang terjadi. Contohnya saja, untuk wisata sejenis taman air (danau, waduk, telaga), biasanya airnya dibiarkan mengering kalau kemarau, pepohonannya juga meranggas, lingkungannya tandus, berdebu, sampah berserakan. Di sana-sini rumput ilalang tumbuh. Sarang nyamuk tumbuh di sekitarnya, fasilitasnya tidak terawat, tidak ada kegiatan, dan lain sebagainya. Kalau objek wisata tidak bersih ini yang salah pengunjungnya atau pengelolanya, yang pasti keduanya bertanggungjawab. Gedung-gedung yang sudah layak, gempil juga tidak diperbaiki, dicat lagi, kalau untuk BCB sih memang nggak masalah, tetapi fasilitas lainnya khan harus kelihatan bersih, nyaman, enak digunakan, dan enak dilihat.
Oleh karenanya perlu ada gerakan sadar wisata. Wisatawan domestik sepatutnya memperkuat pariwisata di daerahnya. Kalau mau piknik ya jangan lupa mengunjungi objek wisata di daerahnya, daerah tetangganya. Penduduk di sekitar objek wisata semestinya terlibat dalam pemeliharaan, pelestarian objek wisata di situ, ikut promosi dari mulut ke mulut. Kerjasama dengan daerah tetangga untuk membuat paket wisata unggulan tidak boleh lelah dilakukan. Antara daerah yang satu dengan yang lainnya ada hubungan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan, saling mempromosikan. Misalnya saja untuk memperlama waktu tinggal para wisatawan di Indonesia, membantu memancing kunjungan dari daerah satu ke lain. Misalnya : ada rombongan dari Australia yang mengunjungi Bali, tidak ada salahnya ditarik ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dari Borobudur tidak ada salahnya turis dipancing untuk meneruskan ke Prambanan.
No comments:
Post a Comment