Thursday, 3 April 2008

1001 Kisah tentang Sekolah

Sebagian besar orang sudah pernah sekolah. Sekolah bukan istilah yang asing lagi. Dari sekolah inilah muncul generasi berprestasi maupun pecundang.
Sejak kecil anak-anak sudah ditanyai, besok besar mau jadi apa? Lalu apakah jawaban itu asli atau kontaminasi......Banyak orang tua yang merasa diri bodoh, sehingga menyekolahkan anak-anaknya agar tidak bodoh seperti mereka, ada juga yang menyekolahkan anak agar menurun bakat pintar dari mereka. Apapun dilakukan untuk membayar sekolah, tutup lubang gali lubang, menjual sawah, menjual ternak, menjual harta benda, kerja keras membanting tulang demi anak.

Ajaran keprihatinan

Pada zaman dulu ada orang-orang yang sekolah dengan ancaman pesawat Belanda. Ketika belajar mereka disatroni pesawat tempur Belanda, murid-murid harus tiarap sambil belajar. Sekolah zaman dulu dengan zaman sekarang berbeda model pengajarannya. Anak zaman dulu dididik oleh guru-guru yang sangat keras. Seorang Bapak bercerita kalau dulu pernah kepalanya digunakan untuk ancik-ancik (panjatan) hingga rambut-rambutnya mbrodoli. Temannya lebih parah lagi, betisnya dipukuli sampai bengkak-bengkak. Kalau mereka mengobrol saat sekolah pasti dilempari penghapus, atau sepatu. Anak sekolah zaman dulu kalau kukunya panjang-panjang pasti dipukuli jarinya. Menghafal hitung-hitungan luar kepala itu sudah biasa. Mereka tidak memiliki catatan sekolah karena mereka hanya memiliki satu grip (asbak), yang kalau sudah dapat nilai lalu ditempel di pipi, setelah orangtuanya tahu baru dihapus. Mereka suka pergi ke sekolah dengan jalan kaki, kalau ada sepeda ya naik sepeda, karena sepeda masih langka.

Pada zaman dulu guru sangat dihormati. Apabila mereka naik sepeda, maka pasti anak-anak berebutan menuntun sepedanya, membawakan tasnya, menyalaminya. Murid-murid memperhatikan apa yang diberitahukan gurunya. Kalau bertemu gurunya di jalan, berusaha menyapa.Anak-anak sekolah zaman dulu sudah terbiasa hidup prihatin. Mereka tidak dimanjakan keadaan. Setelah masa perang, mencari makan saja masih sulit, apalagi mau membeli baju-baju mahal, juga fasilitas lainnya. Belum ada mall-mall dan supermarket. Kadang-kadang makan saja tidak mesti, bisa makan beras saja sudah syukur. Mereka senang sekali bisa makan makanan kayak bekatul itu, wah hidup prihatin. Karena biasanya orangtuanya memiliki banyak anak, maka waktu belajarnya tidak ada, hanya untuk mengasuh adik-adiknya, sementara orangtuanya mencari makan. Buru-buru mau jalan-jalan ke mall, tarik rambutnya, harus menjaga adik atau membantu menggilas padi.

Anak-anak sekolah zaman dulu tidak berani naik motor ke sekolah, bisa naik sepeda saja sudah beruntung, tetapi jalan kaki adalah jalan yang terbaik. Alas kaki tidak perlu pakai, kalaupun pakai nanti pulangnya digantungkan ke bahu mereka. Seragam bukanlah hal yang penting, memakai pakaian saja sudah lumayan.

Kalau pada zaman dulu kedisiplinan terjaga karena gurunya memang mendidik dengan keras, ribut dan banyak bicara sendiri tanpa diperintahkan Guru pasti akan dilempar sepatu, penghapus, dipukul memakai "tuding" atau penggaris besar, sehingga ketenangan dan kedisiplinan di kelas betul-betul terjaga. Mereka meledek Gurunya, sudah pasti dihukum, di suruh berdiri di lapangan, disetrap di depan kelas. Beda jauh dengan anak-anak zaman sekarang yang dimanjakan kemudahan. mereka bisa membeli nilai dari guru-gurunya, kenapa harus belajar rajin, toh nilai ujian tidak dipakai dalam pekerjaan.

Anak-anak sekarang jauh cepat menyerap pengaruh global, seperti internet dan hp. Strata di sekolah ditentukan oleh kepemilikan benda-benda seperti hp, jaringan komputer, mobil dan lainnya. Yang tidak punya itu dianggap tidak gaul. Kesederhanaan diidentikkan dengan miskin, maka tidak ada yang berani sederhana, kecuali yang memang betul-betul tidak punya. Tetapi ada yang berusaha mengada-adakan walaupun tidak punya, yaitu dengan malak.

Trik Mendapat Nilai Bagus

Banyak trik untuk mendapat nilai terbaik di sekolah atau Universitas. Pertama, yang beruntung adalah yang diberi tampang manis, cantik dan ganteng. Mereka tidak perlu berusaha mencari muka yang penting duduk yang manis, tidak banyak bertanya, tidak senang ribut, pasti nilai akan terkontrol sampai batas minimal 7. Beruntunglah anak yang berwajah ganteng, manis, cantik dan pendiam.

Kedua, harus pandai mencari muka, kalau mau ulangan umum, suka membawakan bingkisan kepada gurunya dalam bentuk kue, pakaian, uang, dan lainnya. Biasanya disponsori oleh orangtuanya. Kalau anak milyarder beruntunglah Guru itu, apalagi kalau muridnya agak bodoh, kesempatan mendapat bingkisan yang lebih besar, walaupun sekedar kunci mobil (memangnya ada begituan, ngarang nih). Bukan kepintaran yang menentukan seorang anak bisa mendapat nilai terbaik, tetapi seberapa jauh bisa menjawab soal-soal dari guru yang sudah dilatih dalam les-les privatnya, sehingga banyak murid yang ikut les agar bisa menggarap semua soal gurunya. (memangnya ada gituan, nggak mungkin................)
Ketiga, SKS, Sistem Kebut Semalam, nah ini lebih jalan ksatria, karena tetap berusaha. Hanya saja pernah ada anak memakai sistem belajar SKS ini, pagi harinya bukannya ikut ujian, e malah gila
Keempat, cari trik-trik mencontek. Kertas ditaruh di dalam kaos kaki, rok, celana, lengan, kaos kaki, kaos tangan, bahkan mungkin Bra. Kertas dikasih ban atau pentil/karet agar ada pegasnya. Kalau ada guru dimasukkan, kalau sepi ditarik. Pura-pura pilek, padahal di dalam sapu tangan banyak contekan. Bawa desgrip (tempat pensil) yang muat banyak contekan. Pura-pura alat tulisnya macet terus, padahal cuma membolak-mbalik contekan. Bisa juga menuliskan contekan di atas paha, telapak tangan, perut. Kalau Guru yang menguji sama dengan kelas yang lain, maka bisa bertanya kepada teman di kelas lainnya. Kalau temannya pintar pasti tidak akan menjawab, karena rugi diri mereka. Ada juga teman yang kompak, dengan bertukar informasi soal ujian.
Kelima, ada juga yang sebelum ujian, buku catatannya dibakar kemudian abunya dimasukkan ke air minumnya.
Dunia permainan
Anak-anak zaman dulu dekat dengan permainan kolektif, seperti jamuran, jeg-jegan, gobagsodor, dakon, mbuwang kucing garong, jonjling, sepak sekong, dan lain-lainnya yang dimainkan lebih dari dua orang.
Ketika ada karet mereka bermain lompat tali, bekelan, dan lainnya.
Anak-anak diajarkan untuk kreatif dengan membuat mainannya sendiri seperti mobil-mobilan dari kulit jeruk, tembak-tembakan dari bambu, sapu dari lidi, egrang dari bambu atau batok kelapa.
Globalisasi telah merubah semua, PS datang. Play Station menawarkan hiburan lain. PS bisa dimankan sambil duduk dan makan snack.
Perang Wali Murid
Wali murid kadang-kadang disatukan dalam Paguyuban, tetapi di dalamnya suka sering ada persaingan-persaingan. Persaingan itu biasanya seputar :
- Dimana suaminya bekerja
-Apa jabatan suaminya
- Berapa mobil yang dipunyai
- Apa merk mobil keluarganya
- Keluarganya orang bagaimana
- Berapa hektar luas tanah
- Di mana tempat les anak-anaknya
- Berapa banyak kursus yang diikuti anak-anaknya
- Salon mana yang sering dikunjungi
- Bengkel mana yang sering digunakan untuk reparasi mobil
- Berapa sumbangan yang diberikan ke sekolah
dan masih banyak lagi.

No comments:

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan