Ajaran keprihatinan
Pada zaman dulu ada orang-orang yang sekolah dengan ancaman pesawat Belanda. Ketika belajar mereka disatroni pesawat tempur Belanda, murid-murid harus tiarap sambil belajar. Sekolah zaman dulu dengan zaman sekarang berbeda model pengajarannya. Anak zaman dulu dididik oleh guru-guru yang sangat keras. Seorang Bapak bercerita kalau dulu pernah kepalanya digunakan untuk ancik-ancik (panjatan) hingga rambut-rambutnya mbrodoli. Temannya lebih parah lagi, betisnya dipukuli sampai bengkak-bengkak. Kalau mereka mengobrol saat sekolah pasti dilempari penghapus, atau sepatu. Anak sekolah zaman dulu kalau kukunya panjang-panjang pasti dipukuli jarinya. Menghafal hitung-hitungan luar kepala itu sudah biasa. Mereka tidak memiliki catatan sekolah karena mereka hanya memiliki satu grip (asbak), yang kalau sudah dapat nilai lalu ditempel di pipi, setelah orangtuanya tahu baru dihapus. Mereka suka pergi ke sekolah dengan jalan kaki, kalau ada sepeda ya naik sepeda, karena sepeda masih langka.
Pada zaman dulu guru sangat dihormati. Apabila mereka naik sepeda, maka pasti anak-anak berebutan menuntun sepedanya, membawakan tasnya, menyalaminya. Murid-murid memperhatikan apa yang diberitahukan gurunya. Kalau bertemu gurunya di jalan, berusaha menyapa.Anak-anak sekolah zaman dulu sudah terbiasa hidup prihatin. Mereka tidak dimanjakan keadaan. Setelah masa perang, mencari makan saja masih sulit, apalagi mau membeli baju-baju mahal, juga fasilitas lainnya. Belum ada mall-mall dan supermarket. Kadang-kadang makan saja tidak mesti, bisa makan beras saja sudah syukur. Mereka senang sekali bisa makan makanan kayak bekatul itu, wah hidup prihatin. Karena biasanya orangtuanya memiliki banyak anak, maka waktu belajarnya tidak ada, hanya untuk mengasuh adik-adiknya, sementara orangtuanya mencari makan. Buru-buru mau jalan-jalan ke mall, tarik rambutnya, harus menjaga adik atau membantu menggilas padi.
Anak-anak sekolah zaman dulu tidak berani naik motor ke sekolah, bisa naik sepeda saja sudah beruntung, tetapi jalan kaki adalah jalan yang terbaik. Alas kaki tidak perlu pakai, kalaupun pakai nanti pulangnya digantungkan ke bahu mereka. Seragam bukanlah hal yang penting, memakai pakaian saja sudah lumayan.
Kalau pada zaman dulu kedisiplinan terjaga karena gurunya memang mendidik dengan keras, ribut dan banyak bicara sendiri tanpa diperintahkan Guru pasti akan dilempar sepatu, penghapus, dipukul memakai "tuding" atau penggaris besar, sehingga ketenangan dan kedisiplinan di kelas betul-betul terjaga. Mereka meledek Gurunya, sudah pasti dihukum, di suruh berdiri di lapangan, disetrap di depan kelas. Beda jauh dengan anak-anak zaman sekarang yang dimanjakan kemudahan. mereka bisa membeli nilai dari guru-gurunya, kenapa harus belajar rajin, toh nilai ujian tidak dipakai dalam pekerjaan.
Anak-anak sekarang jauh cepat menyerap pengaruh global, seperti internet dan hp. Strata di sekolah ditentukan oleh kepemilikan benda-benda seperti hp, jaringan komputer, mobil dan lainnya. Yang tidak punya itu dianggap tidak gaul. Kesederhanaan diidentikkan dengan miskin, maka tidak ada yang berani sederhana, kecuali yang memang betul-betul tidak punya. Tetapi ada yang berusaha mengada-adakan walaupun tidak punya, yaitu dengan malak.
Trik Mendapat Nilai Bagus
Banyak trik untuk mendapat nilai terbaik di sekolah atau Universitas. Pertama, yang beruntung adalah yang diberi tampang manis, cantik dan ganteng. Mereka tidak perlu berusaha mencari muka yang penting duduk yang manis, tidak banyak bertanya, tidak senang ribut, pasti nilai akan terkontrol sampai batas minimal 7. Beruntunglah anak yang berwajah ganteng, manis, cantik dan pendiam.
No comments:
Post a Comment