Tuesday, 15 January 2008

Mawar itu berguguran di Prambanan



Reruntuhan Prambanan saat Gempa 27 Mei 2006 masih bertebaran di halaman kompleks candi. Seorang perempuan berkerudung sutra ungu duduk termenung di anak tangga candi syiwa. Larasati, teman-temannya biasa memanggil. Kerudung berwarna ungu yang dikenakannya melambai-lambai di tiup angin. Mata-mata di balik kaca mata hitam itu menyembunyikan sebuah rahasia. Tangan-tangannya menggenggam lututnya. Di sinilah dulu dia meluangkan waktunya bersama dengan Dewo. Ketika itu mereka sibuk kegiatan konservasi bersama-sama. Andai Larasati tidak memaksakan diri untuk melanjutkan studi ke Victoria Australia, mungkin Dewo ada di sampingnya sekarang ini. Yah, Larasati tinggal meratapi nasib. Kesuksesannya sebagai dosen di sebuah universitas ternama di kotanya tanpa ditemani oleh orang yang sangat dicintainya.

Kemarau yang disertai global warming telah memandikan seluruh pengunjung Prambanan dengan sinar matahari. Panas tersebut telah membuat banyak pemuda pemudi menggosok-gosok kulitnya, takut menjadi bertambah hitam. Larasati sendiri sudah tidak peduli dengan panas tersebut, karena dia sudah tidak merasakan panas itu. Seperti halnya apakah dia merasakan apa rasanya cinta itu. Manisnya sudah berubah menjadi nano-nano, pedas, pahit, hambar sekali. Kenapa dia tidak mau membalas, pengkhianatan gharus dibalas dengan pengkhianatan.

Dia masih ingat ketika Dewo selalu mengiriminya email ketika dulu masih di Victoria. Indah sekali, ..........my dearest, I miss you. Kata-kata puisi itu terasa gombal. Ternyata kata-kata lewat email itu tidak bisa mewakili hati nurani.

Kemudian Dewo juga berkata, 'Kalau kamu udah pulang dari Victoria kita akan married, oke..............tapi kapan kamu pulang, bukankah kamu berat dengan bule-bule itu..............jadi...............oh my dearest' apa itu..........Larasati, Larasati'
Semuanya gombal. Ketika itu Larasati baru liburan, dia rindu sekali ingin melihat Candi Prambanan. Dulu dia sering pergi ke sini bersama teman-teman kuliahnya. Sengaja dia tidak memberitahukannya kepada Dewo, karena mau membuat kejutan. Dia waktu itu sedang bersendau gurau dengan teman-teman Australianya. Tanpa sengaja dia melihat seorang lelaki yang menggandeng seorang perempuan, yang tidak lain Dewo. Larasati berusaha menutupi tubuhnya di balik teman-teman Australianya. Larasati agak ragu juga, apakah itu Dewo atau bukan ? Dia amat-amati tanpa setahu Dewo. Ternyata Dewo telah bersama perempuan lain, yah tidak tahu siapa dia.
Dia tidak mau beranjakpun dari tempatnya mengintip itu, memperhatikan tingkah laku keduanya, sampai pada kesimpulan bahwa mawar-mawar cinta yang dikenangnya di Victoria itu telah berguguran. Warnanya sudah pudar, tidak karuan.
Dia sembunyikan rasa hatinya tersebut di hadapan teman-teman kuliahnya di Victoria. Dia diam saja, seolah-olah tidak tahu. Setelah berpamitan dengan kedua orangtuanya dia segera terbang ke Victoria.
Dan kini dia ingin mengenang kembali kejadian itu di Prambanan lagi, setelah gempa terjadi 20 Mei 2007 lalu baru kali itu dia ke sana. Itupun dia datang sendiri. Bayangan-bayangan Dewo terus berterbangan di angan-angannya.
Dia masih ingat ketika Dewo menolongnya saat gaunnya tersangkut kawat pagar hingga dia hampir terjerembab.
"Larasati-Larasati, hati-hati dong, matanya doang yang besar....." kata Dewo sambil memegang tangannya.
Itu dulu ketika Larasati dan Dewo masih bersama-sama, tetapi kini itu hanya kenangan bagi Larasati. Dewo sendiri tidak tahu bagaimana kabarnya, karena begitu dia putus dengan Dewo keluarga Larasati tidak mau menyebut-nyebut nama Dewo. Larasati sendiri tidak bisa melupakan bayangan Dewo sampai kini. Pinangan-pinangan yang datang setelahnya tidak satupun mengena hatinya.
Ibunya sering berkata dann mengingatkan berkata, apasih yang mau kamu cari Larasati, lupakan Dewo, kamu cari yang lain, kamu nggak malu dikatakan perawan tua apa? Tetapi Larasati hanya menjawab, "Kalau Ibu malu punya anak tidak punya suami, Larasati mau pergi saja ke Victoria lagi, di sana kuliah dan kerja lagi. Aku nggak takut Bu disebut oleh orang-orang di sekitarku sebagai perawan tua. Aku nggak akan takut dan malu jadi perwan tua Bu, terserah orang mau bilang apa. Harusnya Ibu bangga aku bisa kuliah tinggi, sementara itu tidak dimiliki oleh anak-anak gadis lain Bu. Mereka hanya pingin cepat kawin, punya anak banyak, diperbudak oleh suaminya harus nyuci baju-bajunya, aku kuliah tinggi bukan untuk jadi budak, Bu. Kuharap Ibu mengertilah."
Ibunya hanya menggeleng-nggeleng kepala,"Masya Allah, Larasati, Larasati, andaikata Ibu dulu hidup di zamanmu ini, mungkin Ibu juga akan berbuat yang sama, Ibu berdoa untukmu semoga kebaikan bersamamu, Nak, Gusti Allah selalu memberkatimu".
Kata-kata Ibunya itu terus terbayang dan berbaur dengan bayangan kepedihan dan keindahan hidup bersama Dewo. Dia dulu berpacaran di Candi Prambanan, putus pun di Candi Prambanan. Belum lagi omongan-omongan tetangga yang suka sok tau urusan orang.
Ketika angan-angan kosongnya itu melambung jauh, di depannya ada anak kecil terjerembab ke kaki Candi. Anak itu menangis tersedu-sedu. Lamunan Larasati pecah oleh tangisan seorang anak. Diraihlah tangan anak itu, ditarik badannya, kemudian dibersihkan. Dia periksa luka-lukanya. Kemudian dia kasih hansaplast di lututnya yang terluka.
"Terima kasih ya Tante, untung ada Tante, tadi lari-larian, malah jatuh..............." bisik anak itu.
Larasati hanya mengangguk......................."Kamu sendirian ke sini, kecil-kecil berani..."
Anak itu menggeleng dan berkata,"Mmmm, sama Papa dan Mama, cuman mereka lagi asyik ngobrol, saya khan bosan kalau diam saja, Te............"
Kemudian dari tas Larasati mengambil lolipop, "untukmu............."
"Terima kasih ya Tante, saya mau manggil Papa dan Mama, biar kenalan sama Tante, Tante baik sekali.."
Belum sempat Larasati bicara, anak itu lari ke arah Papa Mamanya. Sekelebatan dia melihat orangtua anak itu, ternyata anak itu anaknya Dewo. Ketika Dewo mendekat, Larasati sudah menghilang di balik pengunjung-pengunjung Candi Prambanan yang lainnya.
*****Cerita ini hanya fiktif belaka, bila ada kesamaan kisah dan nama mohon maklum, jangan ada yang marah**************

No comments:

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan