Wednesday, 30 January 2008

Tidak ada Duit Tidak Bisa Sekolah


Judul Buku : Pengumuman : Tidak Ada Sekolah Murah
Karya : Eko Prasetyo, Terra Bajraghosa
Penerbit : Resist Book, Yogyakarta
Tahun Terbit : Juli 2005
Tebal : 144 halaman, i - x, 21 X 23 cm
Penulisnya memang tidak pernah bosan menceritakan kisah-kisah kemiskinan. Buku ini merupakan salah satu seri Dilarang Miskin, yang mengisahkan hak-hak orang miskin yang semakin tergusur oleh kepentingan pasar.
Para penulis buku ini memang sudah hafal dengan istilah sekolah. Mereka merasa telah lama sekolah. Sewaktu di TK diajak menyanyi sama Bu Gulu, diberi banyak aturan (lha iyalah, biar tidak semaunya), penuh kerjaan (lha iyalah emangnya sekolah mau mainan). Sekolah selalu menjadi kenangan yang terindah bagi banyak orang, sehingga banyak judul tembang yang bercerita tentang sekolah, seperti Kisah Kasih di Sekolah, Engkau Masih Anak Sekolah, Bus Sekolah, Bu Guru dan Pak Guru, Pergi Sekolah dan masih ada beberapa yang tidak bisa saya sebutkan. Di sana bisa bertemu pacar, jajan, bermain, bisa ngerjain temen. Tetapi ternyata saat ini tidak semua anak-anak bisa merasakannya, karena mahalnya biaya sekolah. Sekolah memang tempat yang luar biasa. Di sana kita mendapatkan pengalaman yang menakjubkan sekaligus mengharukan. Hampir sebagian orang punya pengalaman unik di sekolah. Keunikannya karena sekolah memang bukan sekedar ladang menyemai pengetahuan, tetapi jalur silaturahmi.
Buku ini menggambarkan semua kejadian sekolah dengan bentuk kartun/komikal. Kita bisa menikmati buku ini sambil tiduran, santai, tetapi ada sesuatu yang akan membuat mengangguk-angguk ataupun geleng-geleng kepala.
Dalam buku ini diungkapkan kasus-kasus kekerasan, pelecehan seksual, pemiskinan, pelajaran hukuman, kedisiplinan, dan sebagainya.
Kalau kita lihat dalam peristiwa-peristiwa sehari-hari maka buku ini adalah cerminannya. Ketika di sekolah banyak aturan dan PR, kemudian para siswanya berteriak-teriak. Mereka bertemu dengan guru killer, guru mbolosan, guru telatan, guru nyambi ngojek, teman yang setia, teman yang pengkhianat, teman yang ngantukan, teman yang nyontekan, dan sebagainya.
Di sini kita akan menemukan banyaknya sekolah-sekolah baru dengan program-program unggulan dengan biaya unggulan juga. Sekolah dalam era kapitalisme telah mengikuti kepentingan pasar bagaikan perusahaan yang mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Banyak sekali iklan sekolah bagaikan iklan sabun di televisi. Orang mulai berkeyakinan bahwa sekolah bermutu ya harus sekolah mahal. Ibu-Ibu di arisan sibuk memamerkan kebisaan anak-anaknya. Sekolah yang meriah selalu menyakitkan oraang-orang miskin.

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan