Friday 28 March 2008

Menjadi Kota Destinasi Wisata Terkemuka

Pariwisata merupakan industri terbesar dunia abad 21. Kalau selama ini Bali menjadi kota wisata pertama se-Indonesia, setelah teror bom di Bali beberapa waktu yang lalu, masihkah Bali menjadi nomor 1. Lalu mana yang kedua, katanya Yogyakarta-lah yang nomor dua. Seolah julukan yang ke-2 itu menjadi kian relatif. Yogyakarta pernah menjadi julukan yang ke-dua, lalu setelah gempa bumi 27 Mei 2006, masih mungkinkah menjadi ke-dua atau bahkan menjadi terkemuka. Beberapa waktu yang lalu seorang pembicara di Seminar juga menyebutkan bahwa Lagoi merupakan kota wisata yang kedua setelah Bali. Mungkin nanti ada beberapa daerah lain juga yang menjuluki diri mereka menjadi kota wisata kedua setelah Bali. Siapa yang memberi julukan itu ?
Bali terkenal dengan pantai-pantai surganya, Lagoi juga punya, Banten juga punya, Yogyakarta yang terletak di utara Samudera Indonesia juga punya pantai-pantai surga, tetapi kenapa hanya Bali yang dikenal di luar negeri. Indonesia just Bali, why? Mungkin Provinsi yang sangat terkenal melebihi negaranya adalah Bali (???????). Seorang siswa SMU yang sedang mengikuti AFS (Program pertukaran pelajaran) di Amerika, ditanyai temannya, Where are you coming from ? Dia menjawab : I am from Indonesia, kemudian temannya tadi bertanya balik : Indonesia? Where is it ? Indonesia is Bali ?. Mungkin dengan muka agak kemerah-merahan pelajar Yogyakarta tadi menerangkan bahwa Indonesia bukan hanya Bali, tetapi ada beberapa Pulau. Bagaimana ya kalau dia mengaku dari Yogyakarta ? Mungkin juga akan bertanya Yogyakarta, where ?. Itu dulu. Entahlah apakah ketika PH asing mengadakan syuting di Kalimantan (Borneo), apakah mereka masih merasa ada d Indonesia, jangan-jangan persepsi mereka tentang Borneo adalah bagian Indonesia juga kacau lagi. Tetapi kita patut lega juga ketika beberapa mahasiswa asing yang studi di Australia mengatakan hal-hal tentang Yogyakarta, misalnya ada yang bilang Yogyakarta is harmony city, ada juga yang berkata Yogyakarta identik dengan Kasultanan. Jadi Yogyakarta masih aman. Kenapa Bali begitu terkemuka ? Ternyata walaupun di Bali ada keterbukaan terhadap pendatang asing, tetapi kebudayaan lokal masih terjaga dengan baik. Penduduknya adalah pemuja kebudayaan lokal, tetapi sangat friendly terhadap budaya lain. Banyak penduduk lokal yang mau menikah dengan orang asing. Mereka mendapat mata pencaharian dari kedatangan turis-turis mancanegara. Agen promosi dari mulut ke mulut tentang Bali telah menjadikan Bali sering dikunjungi turis. Mereka datang menambah devisa negara. Dalam diri mereka tertanam kenangan yang terindah tentang kehidupan masyarakat dikombinasi keindahan alamnya, sehingga mereka menyiarkannya kepada yang lain, baik face to face maupun melalui teknologi informatika. Jadilah Bali semakin terkemuka. Yogyakarta memiliki modal pariwisata yang pantas didaya saingkan. Yogyakarta menyimpan pusaka budaya, pusaka alam, pusaka budaya dan alam, pusaka saujana. Kita sebut saja Candi Prambanan, Taman Sari, Kraton Yogyakarta dan Puro Pakualam, Candi Kalasan, Candi Boko, Candi Sambisari, Museum Sonobudoyo, Museum Ullen Sentalu dan masih banyak lagi. Di samping itu masih ditemukan desa-desa dengan banyak potensi baik budaya tradisional, kerajinannya maupun keindahan alamnya. Pantai-pantai yang membujur dari ujung tenggara Gunung Kidul hingga titik paling barat Kulon Progo dengan ciri khas keindahan masing-masing, pantai sadeng, Kukup, Krakal, Wedi Ombo, Baron, Samas, Parang Tritis, Pandan Simo dan lainnya. Juga ada faktor hidden tourism capital lainnya. Pusaka-pusaka ini menjadi daya tarik bagi orang asing untuk datang ke sini. Lalu kenapa Yogyakarta masih menempati rangking ke-dua, bahkan itu pun masih ada daerah lain yang dianggap sebagai daerah wisata ke-dua, selalu setelah Bali.
Kalau kita melihat data kunjungan wisatawan yang datang ke Indonesia maka dapat dikatakan bahwa sejak tahun 1998 jumlah wisatawan yang masuk ke DIY mengalami penurunan. Pada tahun 1995 wisman yang datang ke DIY sebanyak 344.000; wisnus sebanyak 837.000. Pada tahun 1996 wisman yang datang 351.000; wisnus yang datang 901.000. Pada tahun 1997 DIY dikunjungi 277.000 wisman dan 638.000 wisnus. Pada tahun 1998 DIY dikunjungi 78.000 wisman dan 309.000 wisnus. Pada tahun 1999 wisman yang berkunjung ke DIY sebanyak 73.000; ada wisnus sebanyak 440.000 orang. Pada tahun 2000 wisman yang telah berkunjung sebanyak 78.000 orang dan wisnus sebanyak 540.000 orang. Sebanyak 92.000 wisman dan 739.000 wisnus berkunjung ke DIY pada tahun 2001. Pada tahun 2002 DIY dikunjungi wisman 90.777 orang dan wisnus sebanyak 888.360 orang. Pada tahun 2003 DIY dikunjungi wisman sebanyak 95.629 orang dan wisnus sebanyak 1.234.690 orang. Pada tahun 2004 DIY dikunjungi wisman 103.401 orang dan wisnus sebanyak 1.792.000 orang. Pada tahun 2005 DIY dikunjungi 103.488 wisman dan 1.850.683 wisnus. Pada tahun 2006 kunjungan wisman menjadi menurun hingga sebanyak 78.145 orang wisman dan 914.824 wisnus. Dari kunjungan-kunjungan tersebut, dapat dilihat bahwa 21,50 % wisatawan berkunjung ke situs-situs sejarah; 21,35 % ke peninggalan budaya; 19,46 % ke ekowisata; 5,53 % cenderung pada wisata belanja; 4,40 % untuk wisata malam, dan 3,53 % ke objek lainnya.
Dilihat dari data dia atas tampak ada penurunan wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta sejak tahun 1998 - 2003. Kalau dilihat situasi saat itu memang Indonesia sedang terjadi masa transisi dari era Orba ke era reformasi, yang diwarnai dengan kericuhan-kericuhan. Ketika kunjungan itu sedang meningkat hingga 26,10 % pada tahun 2004, pada tahun 2006 kunjungan wisatawan turun hingga 50,57 %. Gempa bumi 27 Mei 2006, Merapi meletus sekitar bulan itu juga, masih pada saat yang sama juga tsunami di pantai selatan. Sebelum gempa pada bulan Juni-Oktober 2005, wisatawan yang mengunjungi Candi Prambanan mencapai 392.712 orang, setelah gempa bumi Juni-Oktober 2006 hanya ada 105.652 wisatawan yang berkunjung ke sana.
Selain faktor alam yang mempengaruhi daya tarik wisata, ternyata terletak pada kurang berkelanjutannya pemeliharaan objek wisata. Banyak sekali objek wisata di DIY, tetapi belum ada update terhadap performance objek wisata tersebut. Semestinya setiap objek wisata memiliki sesuatu yang lain daripada yang lain, ada ciri khasnya. Ada beberapa objek wisata yang telah mengutamakan kebersihan, baik ruang pandangnya maupun fasilitasnya, tetapi ada beberapa objek pariwisata yang kurang peduli kebersihan, tidak memiliki toilet yang memadai. Saya pernah melihat beberapa objek wisata yang semakin hari bukannya bertambah enak dipandang, tetapi justru semakin kumuh, kolamnya kering, pohon-pohonnya meranggas. Update-update, pembenahan, penambahan daya tarik sebuah objek wisata jarang terjadi. Contohnya saja, untuk wisata sejenis taman air (danau, waduk, telaga), biasanya airnya dibiarkan mengering kalau kemarau, pepohonannya juga meranggas, lingkungannya tandus, berdebu, sampah berserakan. Di sana-sini rumput ilalang tumbuh. Sarang nyamuk tumbuh di sekitarnya, fasilitasnya tidak terawat, tidak ada kegiatan, dan lain sebagainya. Kalau objek wisata tidak bersih ini yang salah pengunjungnya atau pengelolanya, yang pasti keduanya bertanggungjawab. Gedung-gedung yang sudah layak, gempil juga tidak diperbaiki, dicat lagi, kalau untuk BCB sih memang nggak masalah, tetapi fasilitas lainnya khan harus kelihatan bersih, nyaman, enak digunakan, dan enak dilihat.
Oleh karenanya perlu ada gerakan sadar wisata. Wisatawan domestik sepatutnya memperkuat pariwisata di daerahnya. Kalau mau piknik ya jangan lupa mengunjungi objek wisata di daerahnya, daerah tetangganya. Penduduk di sekitar objek wisata semestinya terlibat dalam pemeliharaan, pelestarian objek wisata di situ, ikut promosi dari mulut ke mulut. Kerjasama dengan daerah tetangga untuk membuat paket wisata unggulan tidak boleh lelah dilakukan. Antara daerah yang satu dengan yang lainnya ada hubungan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan, saling mempromosikan. Misalnya saja untuk memperlama waktu tinggal para wisatawan di Indonesia, membantu memancing kunjungan dari daerah satu ke lain. Misalnya : ada rombongan dari Australia yang mengunjungi Bali, tidak ada salahnya ditarik ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dari Borobudur tidak ada salahnya turis dipancing untuk meneruskan ke Prambanan.

Wednesday 26 March 2008

Ringkasan Singkat buku : Merajut Kembali KE-INDONESIA-AN kita

Judul Buku : Merajut Kembali keIndonesiaan Kita
Penulis : Sri Sultan Hamengku Buwana X
Editor : Julius Pour
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : i-viii+310 halaman

Bagian 1 Merajut Kembali Kebudayaan
1. Strategi Kebudayaan
Semakin tinggi tingkat keanekaragaman dan kemajemukan masyarakat ekuivalen dengan tingkat kesulitan yang dihadapi agar pengelolaan administrasi negara dapat berjalan efektif dan efisien. Indonesia diwarnai kemajemukan budaya dan etnis. Ketika terjadi proses modernisasi diikuti oleh mobilitas sosial dan geografis, misalnya maka seriusitas masalah-masalah etnis yang berakar pada budaya seperti prasangka, ketegangan, dan konflik juga mengalami peningkatan. Keadaan ini makin diperparah oleh dampak negatif dari kebijakan otonomi daerah yang dipersepsi secara salah karena cenderung mengedepankan putra daerah serta primordialisme kesukuan - sebuah penguatan chauvinism. Oleh karenanya untuk merajut kembali ke Indonesia-an kita, terutama dari perspektif kebudayaan, langkah-langkah strategis perlu dilakukan. Semua itu bisa dimulai dari pemahaman utuh tentang pendekatan budaya dan koordinat kebudayaan Indonesia itu sendiri. Indonesia baru hanya bisa dicapai dengan melakukan transformasi sosial budaya dengan menyaring dan mengadaptasi budaya iptek global yang bermutu, seraya mengukuhkan jati diri bangsa yang berbasis pada kebhinnekaan budaya sendiri.
Identitas kebudayaan Indonesia seyogyanya ditempatkan dalam konteks budaya yang dicapai lewat proses dialektis antara sistem-sistem yang hidup di masyarakat. Dalam hubungan ini, apa yang disebut identitas kebudayaan sampai hari ini sesungguhnya memang belum ada karena ia masih dalam proses dialektika itu. Pendekatan kebudayaan sudah sangat diperlukan untuk bisa diterapkan integral dengan pendekatan lain. Jaringan kerja yang berakar dari bawah dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan yang terdiri dari berbagai pihak dapat mewujudkan desentralisasi dan otonomi budaya sebagai kebijakan dan strategi kebudayaan guna pembangunan manusia Indonesia dengan makna yang lebih hakiki.
2. Kearifan Budaya Lokal
Nusantara negeri taman dunia. Ini merujuk pada keanekaragaman Indonesia yang bukan saja terdiri dari sekitar 17.500 pulau yang dihubungkan oleh lautan tetapi juga kekayaan etnis, budaya dan agama - ibarat keindahan aneka bunga dalam sebuah taman. Taman tersebut berada dalam ruang gerak kehidupan yang dinamis yang bergulat dalam kepentingan lokal, nasional dan global. Pelestarian nilai-nilai budaya daerah dengan upaya mencari, menggali dan mengkaji serta mengaktualisasikan kearifan budaya lokal merupakan modal dasar baru yang dapat digunakan untuk memperkukuh rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Agar kebudayaan lokal tidak menjadi kusut, solidaritas sosial budaya yang saling menghargai sesama warga bangsa perlu diaktualisasikan kembali. Pendekatan sentralistis mengandung kerentanan terhadap perubahan daripada pendekatan non sentralistis. Pendekatan nonsentralistis dalam aktualisasi solidaritas sosbud bangsa akan lentur, adaptif, tidak membingungkan ketika terjadi krisis. Pembangunan yang mengabaikan kearifan tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat lokal akan bermasalah karena kurang mempertimbangkan dimensi sosial budaya yang menjadi bingkai laku hidup masyarakat tersebut.
3. Dialog Antarumat Beragama
Dalam hubungan antaragama perlu dilakukan terobosan dan titian baru yang tidak mengingkari iman yag dipeluk. Iman seseorang haruslah kuat dulu untuk dapat memulai suatu dialog antaragama yang luas dan mendalam. Namun demikian, karena terminologinya adalah dialog (Perjumpaan) dan bukan perang, maka tabir-tabir dan benteng-benteng itu mesti diubah menjadi semacam jembatan kultural. Kegiatan keber-agama-an marak di mana-mana, tetapi konflik berbau agama justru meletus di mana-mana. Ternyata efek demojrasi tdak selalu baik, karena ekspresi tiap individu dan kelompok bisa berbenturan dengan pihak lain. Isu agama sering menyulut konflik, maka diperlukan upaya untuk mengembalikan agama sebagai rahmat bagi semua umat dengan cara paling tidak meruksi atau kalau mungkin mengeliminasi faktor agama ini sebagai sumber konflik sosial. Disini, dialog antar agama melalui para pemeluknya menjadi salah satu kunci penting bagi tumbuhnya keamanan dan ketentraman hati masyarakat.
4. Studi Kasus : Membawa Yogyakarta ke Pentas Global
Dalam forum kontak dagang, pameran produk ekspor, malam kolaborasi seni dan gelar seni-budaya Yogyakarta, baik yang bertema "Batik" maupun "Seni Suara", Yogya memang sudah mampu merambah pentas dunia. Banyak pemiat seni kelas dunia berinteraksi dengan napas kebudayaan tersebut.
Selama ini terjadi metamorfosis ruang budaya ke ruang komersial. Kehidupan manusia kini telah terkomodifikasi menjadi sebatas komoditas atau barang dagangan - dimaa antara komunikasi, komuni dan komersial pun menjadi tidak terbedakan. Telah terjadi metamorfosis dari produksi industrial ke kapitalisme budaya yang menyebabkan pergeseran mendasar dari ruang budaya (cultural sphere) ke ruang komersial (commercial sphere), di mana semua pengalaman hidup tak lebih seperti halnya pasar komersial. Kapitalisme global telah mengubah dunia menjadi panggung kehidupan yang berorientasi ukuraan kebendaan atau kepemilikan, bukan kekayaan rohani. Kapitalisme global telah menjadi pelaku utama, penulis skenario, produser, perekonstruksi keebutuhan yang mendiktekan selera atau gaya hidup, dan menentukan desain kebudayaan global yang cenderung seragam (homogenized). Produser budaya dan gaya hidup global yang menjadi pengemas industri hiburan seperti MTV dan Hollywood atau perekayasa mode Paris, kini menjadi penentu selera bagi kebanyakan orang kaya dan anak muda di seluruh penjuru dunia. Fenomena budaya Indo berkembang sebagai proses kreolisasi, di mana elemen-elemen kebudayaan lain diserap, tetapi dipraktikkan dengan tidak mempertimbangkan makana aslinya. Di kota-kota bermunculan pasar yang bergerak menjadi bangunan ruko, supermarket, hypermall, factory outlet, atau pusat-pusat perbelanjaan yang megah. Di era dream society masih ada satu jenis pasar sebagai substitusi terhadap budaya produktif. Namanya adalah the market for care; permintaan untuk menolong mereka yang mengalami kesulitan, penderitaan, kaum duafa, yang menjadi tidak prodduktif, tetapi ada yang sifatnya substitutif yang cenderung merusak, yaitu menciptakan ketergantungan atau bahkan mengorganisasi kekuatan emosional untuk kepentingan tertentu yang tidak produktif.
Kalau ingin bangsa ini menjadi produktif, kita jangan bertindak populis merusak budaya produktif. Di sini kita dapat melihat dua paradigma pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam aplikasinya pada industri. Pertama pada tradisi di Eropa dan Amerika yang memulai pengembangan teknologi dari temuan di bidang sains dasar: maatematika, fisika, kimia dan biologi yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk teknologi, sedangkan tradisi di Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, Cina, tradisi matematis tidak terlalu kuat, tetapi memiliki tradisi rekayasa yang kuat.
Bangsa Indonesia pada umumnya, khususnya Yogyakarta memiliki tradisi ke-pengrajin-an (craftsmanship) lebih cocok menerapkan tradisi yang kedua, akan tetapi riset-riset ilmu dasar perlu diterapkan untuk pengembangan teknologi-teknologi baru, seperti bioteknologi, teknologi informasi, dan lain-lain. Jalur yang paling murah dan cepat adalah melalui rekayasa berbalik. Dengan terbatasnya sumber daya ekonomi, Yogyakarta perlu memperluas aplikasi modal budaya dan modal sosial sebagai sumber daya yang mampu ditransformasikan menjadi nilai tambah. Gelar seni dan budaya perlu dihidupkan terus guna mengakselerasi masuknya Yogyakarta ke pentas dunia. Yogyakarta selalu terbuka bagi setiap gelar seni budaya, baik yang klasik dan kontemporer maupun gelar seni etnis-etnis Nusantara dan snei budaya dari mancanegara. Yogyakarta seakan sebuah jendela budaya di mana kita bisa melihat ragam budaya dunia, juga sebagai pintu budaya yang terbuka bagi penyemaian kreatifitas dan pengembangan budaya-budaya etnis Nusantara.
Sebenarnya buku ini terdiri dari 5 bagian, yakni :
Bagian 1 Merajut Kembali Kebudayaan
1. Merajut Kebudayaan
2. Kearifan Budaya Lokal
3. Dialog Antarumat Beragama
4. Studi Kasus : Membawa Yogyakarta ke Pentas Global
Bagian 2 Merajut Kembali Kebangsaan
1. Membangun Jati Diri Bangsa
2. Revitalisasi Nasionalisme Indonesia
3. Pancasila
Bagian 3 Merajut Kembali Ekonomi
1. Teknologi bagi Pemberdayaan Ekonomi
2. Menjawab Tantangan Ekonomi dan Bisnis
3. Strategi Ekonomi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan
4. Ketenagakerjaan dan Pemberdayaan Perempuan
Bagian 4 Merajut Kembali Politik
1. Konstitusi yang berpihak pada Rakyat
2. Transformasi Budaya Birokrasi
3. Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Hubungan Luar Negeri
Bagian 5 Merajut Kembali Hukum dan Pertahanan-Keamanan
Bapak Sultan di bagian ke 5 ini mengulas mengenai :
1. Profesionalisme Penegak Hukum
2. TNI Abad ke-21: Aktualisasi Semangat Soedirman
3. Strategi Keamanan nasional
Untuk mengetahui isi lebih lengkap bagian demi bagian dari buku ini, maka Anda dapat mencari bukunya di toko buku Gramedia terdekat di kota Anda.
***********

Tuesday 18 March 2008

Dari Yogyakarta untuk Masa Depan Indonesia

----Yogyakarta, 15 Maret 2008, Pukul 11.00 - 14.00 WIB, Auditorium Gedung Pascasarjana UGM----
Hari Sabtu, 15 Maret 2008, Pusat Studi Kebudayaan UGM berkolaborasi dengan PT Gramedia Pustaka Utama dengan bangga menyelenggarakan Peluncuran buku karya Sri Sultan Hamengku Buwono X yang berjudul "Merajut Kembali KeIndonesiaan Kita". Acara ini dibuka langsung oleh Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D. Hadir juga dalam acara tersebut Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan, Ibu Meutia Hatta dan suaminya.
Kemudian Pak Sultan berkenan menyampaikan sebuah pengantar. Beliau juga membagikan bukunya kepada tokoh-tokoh mewakili profesinya serta orang-orang yang punya andil dalam penerbitan buku tersebut.
Sebenarnya buku ini lebih pantas diberi judul,"Dari Yogya untuk masa depan Indonesia". Buku ini hadir sebagai buah pemikiran Pak Sultan yang selalu gelisah menyaksikan kehidupan bangsa. Konstruksi masyarakat Indonesia saat ini memang sudah menuju pada neopluralisme, kemajemukannya lebih spesifik, keberagaman yang mengkristal dalam kelompok sehingga menunjukkan semakin kompleksnya Indonesia. Selama ini rajutan historis - idealisme tidak tumbuh dengan baik, identitas ke-Indonesia-an terkesan rapuh, masih dalam bayangan. Mimpi bersama tentang Indonesia harus dipikirkan bersama, historical being, pendekatan kebudayaan untuk menentukan policy. Berikut ini saya kutip dari pengantar buku tersebut yang merupakan sebuah latarbelakang permasalahan dan tantangan bangsa Indonesia:
1) menguatnya budaya konsumerisme dan kekerasan
2) menipisnya kesadaran pluralisme dan semangat kebangsaan
3) tingginya kemiskinan dan pengangguran
4) ketertinggalan dalam membaca dinamika geeopolitik yang terjadi di Pasifik Rim.
Semestinya tantangan yang luar biasa tersebut dihadapi dengan mengkapitalisasi seluruh sumber daya yang ada, termasuk di dalamnya modal sosial. Ironisnya kondisi Republik sampai saat ini masih dililit kemiskinan, pengangguran, masalah pendidikan, kesehatan, keamanan dan kedaulatan wilayah. Ke-Indonesia-an kita mesti dirajut lagi, rajut kembali kebudayaan, kebangsaan, ekonomi, politik, hukum dan pertahanan-keamanan yang kita miliki.
Buku ini beliau dedikasikan bagi generasi muda, calon-calon pemimpin bangsa di masa depan agar menjadi pemimpin yang berkarakter kuat dan menjalankan darmanya sebagai seorang ksatria dengan cara :
a) Mengabdi untuk kesejahteraan rakyat
b) Tidak berambisi kecuali untuk kesejahteraan rakyat
c) Berani mengatakan yang benar itu benar, yang salah itu salah
d) Memanusiakan manusia atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam kesempatan tersebut Franky Sahilatua ikut serta menyumbangkan lagu yang dapat membangun suasana ke-Indonesiaan para hadirin dengan dua tembangnya yang berjudul "Di bawah Tiang Bendera" dan "Gendhing Kraton Yogyakarta". Menurut Bung Franky Sahilatua, istrinya merupakan orang Jawa, ketika Franky menciptakan lagu Gendhing Kraton Yogyakarta, keningnya langsung dicium oleh isterinya. Lagu inilah yang membuatnya dicium isterinya. Siapapun pasti akan terbangun dalam suasana ke-Indonesia-an bila mendengar lagu tersebut. Mungkin tepukan tangan para hadirin telah menggantikan kecupan isterinya. Semoga.
Sebelum menyanyikan lagu tersebut, sewaktu menyetel nada-nada gitar yang dibawanya, dia sempat nyeletuk,"Wah, gitar Yogya masih fals ya, mestinya disetel dulu biar nggak fals lagi....."
Garin Nugroho (budayawan) mendapat sampur untuk memberikan prolog dalam acara tersebut, baru kemudian buku tersebut dikupas oleh beberapa pembicara, yaitu Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Prof. Dr. dr. Soetaryo, Sp.A. (Ketua Senat UGM), Maria Ulfah (Ketua Fatayat NU), Mira Lesmana (masyarakat Perfilman) dan Franciscus Welirang (Pengusaha). Acara tersebut dimoderatori oleh Bapak Dr. Moeslim Abdurahman.
Garin Nugroho dalam prolognya mengungkapkan tentang membangun ke-Indonesiaan dari ke-Yogyakarta-an. Basis multikulturalism mendasari hubungan antara unsur masyarakat. Agama dipandang sebagai rahmah bukan sebagai ummah. Ummaah bukan sebagai kompetitif.
Menurut Prof. Dr Qomaruddin Hidayat semestinya pembangunan Indonesia didasarkan perencanaan yang matang yang berbasiskan strategi kebudayaan.
Pendekatan budaya berbeda dengan yang lainnya yang berbasis pada kuantitif. Kalau merajut kembali ke-Indonesia-an kita, apa yang kita rajut ? Semestinya merajut pada komitmen, cita-cita, local wisdom yang berserakan. Mengapa Indonesia dream tidak dimiliki lagi oleh bangsa seperti halnya dimiliki oleh para Bapak pendiri bangsa. Sekarang kita lebih menjadi sebagai warga komunal, bukan citizen lagi. Pendidikan SDM semestinya menjadi panglima sehingga memperkuat perekonomian kebangsaan. Indonesia juga memiliki budaya ormas yang umatnya sangat besar yang tidak ditemui di negara lain. Bagaimana kekayaan budaya ormas dipandang dalam bingkai kenegaraan.
Ibu Maria Ulfa berpendapat kalau buku ini merupakan hasil perenungan dari realitas kekinian, pengalaman fakta empiris, ekspresi keprihatinan dan kegalauan. Cocok dengan realita. Kekerasan terhadap para TKW sring terjadi sejak di Indonesia, tempat penampungan. Muncul perdagangan anak dan perempuan. Kasus terjadi terus menerus. Kebudayaan dan peradaban belum mendapat perhatian. Konteks Indonesia yang nyaris terkoyak merekonstruksi kembali.
Mbak Mira Lesmana berpandangan kalau buku ini merupakan sebuah kerinduan untuk menjadi manusia Indonesia. Pentingnya strategi kebudayaan di bidang perfilman. Komunitas perfilman menjadi aajang pertukaran budaya. Kenapa Hollywood menjadi penentu selera dalam gaya hidup anak muda. Film-film Indonesia tumbuh dengan menawarkan hal-hal yang beragam. Di negara seperti Iran dan Korea, film menjadi media literacy, sebagai alat untuk bicara kebudayaan. Tetapi kenapa di Indonesia semua stasiun radio selalu menggunakan bahasa gaul Betawi, tidak memberikan jatidiri/ciri khas budaya lokal. Film budaya terbentur biaya.
Prof Sutaryo memberikan pandangannya tentang Bhinneka Tunggal Ika yang berbeda dengan yang ada di negara lain. Bhinneka Tunggal Ika selama ini belum dijabarkan.
Menurutnya juga Pendidikan dan kebudayaan tidak bisa dipisahkan, keduanya bukan komoditas perdagangan. Pembangunan keduanya harus saling kait mengkait. Dalam pembangunan perekonomian ada teknologi ekonomi kerakyatan, ada pemberdayaan kemandirian kerakyatan, reformasi perekonomian bahari bisnis yang belum tertangani.
Pembahas berikutnya, Franciscus Welirang, memberikan pandangannya tentang ke Indonesiaan ke depan yang disejajarkan atas dasar kebudayaan dan kemajuan teknologi ke depan. Kehidupan sehari-hari dijumpa eksploitasi dan diskriminasi. Dia juga belum menemukan adanya UU hak usaha perorangan dan keluarga.
Suasana dalam acara tersebut kelihatan santai, kekeluargaan, walaupun ilmiah, karena memang moderatornya pandai membuat joke-joke kritis. Dari pembicara satu dengan yang lain selalu diselingi joke-joke.
Pak Muslim sebagai moderator dengan santainya berbicara kurang lebih demikian,"Begini, Pak, daerah saya di Lumajang sana, sumbernya TKI/TKW, maka wajah-wajah generasi mudanya multikultural.............karena mereka rata-rata berhubungan dengan orang-orang di negara tempat bekerja."
Ada lagi joke-joke beliau,"Pak, Tegal itu daerah pesisir, kenapa kehidupannya tidak bahari, tetapi justru jualan batik dan usaha warteg........."
Ada joke lagi yang dia tujukan kepada Mbak Mira Lesmana setelah Mbak Mira membahas buku Sultan,".......siapa tahu nanti dipilih jadi Menteri Kebudayaan," Mbak Mira hanya senyum-senyum, kemudian Pak Muslim celoteh lagi, ".......siapa akan yang milih,......ge-err nih......."
Pak Muslim juga mengungkapkan joke, "...kalau nonton sinetron-sinetron di tv itu, setelah menghadapi masalah apapun, ustadz akhirnya yang selalu jadi end solution. Inilah the power of ustadz. ..........." Hadirin hanya tertawa..."senengnya nonton acara mengejar hantu,.....senangnya nunggunya...lama sekali............."
Selain pembedahan atas buku tersebut oleh beberapa tokoh di atas yang dimoderatori Bapak Moeslim, ada beberapa tokoh lain yang dimintai pandangannya tentang buku tersebut.
Setelah itu Surya Paloh menge-gong-i acara tersebut dalam sebuah epilog yang sangat puitis dan berapi-api.
Negeri kita kaya raya, tetapi kenapa kemiskinan masih merajalela di mana-mana
Negeri kita terkenal sopan santun dan lembut, tetapi kenapa kekerasan dan kerusuhan merjalela di mana-mana
Negeri kita terkenal beragama, tetapi kenapa korupsi di mana-mana ada
Yah, memang ke-Indonesia-an kita harus dirajut kembali. Jadi terbayang ketika seorang anak yang memiliki seuntai kalung manik-manik, karena direbut oleh teman-temannya, kalung tersebut putus dan manik-maniknya terlepas. Ibunya kemdian marah-marah, sambil merangkai kalung tersebut, sedangkan anaknya hanya menangis karena kalungnya rusak dan dimarahi Ibunya.
Siapa lagi kalau bukan teman-teman muda yang merealisasikan dream of Indonesia ini. Generasi muda memiliki mega proyek merajut kembali ke-Indonesia-an yang terkoyak........

Wednesday 12 March 2008

Mataram Has Been Divided, because Colonialist

Mataram is big kingdom. Mataram will unified Java, before unified Nusantara under Mataram to continued Majapahit kingdom. Mataram have been held control in rice shelling in Nusantara. Mataram idea was facing VOC. "Devide et impera" by Dutch (VOC) has broken Mataram Family.
Mataram has divided by three region, Yogyakarta Hadiningrat, Surakarta Hadiningrat and Mangkunegara. Colonialist always be succesfull to break a kingdom.
After Prince Mangkubumi became as King / Sultan of Ngayogyakarto Palace, he worked hardly to his Kingdom progession. He is designer of the big kingdom who still exist until now. He built city with philosophy design. If we see a map of Yogyakarta province, we can find imaginer line from Merapi mountain - White Paal (Tugu) - Kraton (Palace) - South Ocean. Its have kosmologic meanings. He always been held Hamemayu hayuning Bawana and Golong Gilig. Hamemayu Hayuning Bawana always been related with balance relationship between God, people, nature. Golong Gilig was related with partnership between Kingdom government with people to attacked colonialist.
The cruelty of Governor General Daendels made people hate him so much. As a matter of the fact, his action was not allowed by Dutch itself. When England attacked Java island, Javanese people even help England because besided Raffles which also interfered Javanese kingdoms just like what Dutch did. Raffles considered that Sultan of Yogyakarta didnot help England for he did not obey an agreement made by Raffles. For this reason he was forced to give up the throne. In colonialist terms, Javanese have dualism government, Kingdom government and Colonialist government. Kingdom government who still have knight spirits always tried to protected people from colonialist policy who could make people in deepsadness.
In the mean time the territory of Sultan Hamengku Buwono III, Hamengku Buwono I’s successor was reduced because there was new state. Hamengku Buwana I was have stepson that named Prince Notokusumo. Prince Notokusumo (Sultan HB II brother) was smart and lovefull to Sultan Hamengku Buwana I, so that Sultan love so much to him. Finally Prince Notokusumo was given by Sultan HB I a region. The region was called Kadipaten Pakualaman. The new state was Kadipaten Pakualaman with Prince Notokusumo who titled Adipati Pakualam I.
The territories comprised four regions in Adikarto, Kulon Progo and one in Yogyakarta.
Even though Yogyakarta Sultanate and Kadipaten Pakualaman were kingdoms and government which had authonomy to handle their own business, they were not independent at all. It was because Dutch had a right to interfere. Since Mataram broke in 1755 all the government heads, even Sultan, Sunan or Adipati in Mangkunegaran and Pakualaman were required to sign a political contract was legislated in Staatblad 1941 number 47 and contract for Kadipaten Pakualaman was in Stb 1941 number 577. After the second world war, the Dutch went out from Indonesia, both of them free from the political contract.
From the story above that Sultanate of Ngayogyakarta and Kadipaten Pakualaman had a same chance to rule their autonomies.

History of Yogyakarta Special Region

Yogyakarta Special Region is one of the special province in Indonesia. Yogyakarta became special because of its history. It was different with Aceh Special Region, Aceh was dominated by mosleem people. Aceh was called as Serambi Mekah. Yogyakarta became special because of its culture, its rules in struggle. It is located at southern of Merapi Mount. Yogyakarta divided by Progo River and Opak River in outer range. Lava from Merapi always flows along these rivers. There are five regency / municipality. The regencies are Sleman regency, Kulon Progo regency, Gunung Kidul regency and Bantul regency. The only one municipality is Jogjakarta, that also as capital city of Yogyakarta Special Region Province.
Picture 1. Yogyakarta Special Region Province
Before become a province ot was a part of Vorstenlanden.
Yogyakarta city was formed by cosmogony straight line from Merapi Mount until South Ocean (Indonesian Ocean).
History of Yogyakarta Special Region always be related with the kingdom of Mataram. The Kingdom of Mataram was built by Sutawijaya. Sutawijaya was a son of Ki Ageng Pemanahan. He has killed Aryo Penangsang, the enemy of Pajang Kingdom. Pajang Kingdom has given him land that was named Mentaok Forest. Sutawijaya worked hardly to build a kingdom. After he was become a king, he have a tittle Panembahan Senopati. The glorious of Kingdom Mataram was happened when it was handled by Raden Mas Rangsang who was also popular with the tittle Sultan Agung Hanyokrokusumo. The authority was large through over Java island and a part of Sumatera island.
The influence of Mataram authority could be larger again if no VOC here. VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) has occupied many authority region of Mataram Kingdom. Sultan Agung was very angry so he arranged some strategy to attacked VOC. He attacked VOC in Batavia (Jakarta City now), in 1628 and 1629, unfortunately it was failed. VOC burnt food resources of Mataram. Many Mataram soldiers was hungry and no power to attacked in the war with VOC.
After the death of Sultan Agung in 1645, Mataram authority was weaker and weaker, and The Dutch presser was stronger and larger. The Prince of Sultan Agung grandchild were confronted one with another. In the case Dutch always become the third party and got the advantages from the disputes.
Sultan Amangkurat II the grandson of Sultan Agung still could handle his government. Other dispute was occured between Sunan Mas (Sunan Amangkurat III) and Prince Puger. Prince Puger then proclaimed himself to be Sunan Pakubuwono I. At the same time Mataram power faded out since Dutch always tried to divide it by all means.
Sunan Paku Buwono III (the son of Paku Buwono II) was promoted by Dutchto be a Mataram administrator. The instalation made Prince Mangkubumi (The brother of Sunan Paku Buwono II) was disappointed and choosed to back to Ngayogyakarta because of unsatisfied policies of Sunan Pakubuwono and Dutch interference in organizing Mataram. It event again caused a conflict in Mataram. Prince Mangkubumi supported by Raden Mas Said tried to fight against the Dutch (VOC).
Mataram was divided into two region, according Giyanti aggrement on February 1755. Sunan Pakubuwono III ruled the Surakarta Hadiningrat. Prince Mangkubumi reined a new Kingdom, Ngayogyakarta Hadiningrat. Then, Prince Mangkubumi was titled Sultan Hamengku Buwana I. Raden Mas said was finally recognized as the prince who held the power in Mangkunegaran and was called Pangeran Aryo Adipati Mangkunagoro. Until now Mataram broke into two and people in Projo Kejawen (Surakarta and Yogyakarta) suffered more and more.

Thursday 6 March 2008

PELECEHAN, SIAPA YANG PATUT DIPERSALAHKAN

Hidup tidaklah sama dengan sebuah film, sinetron, telenovela. Kalau di dalam sebuah film India pernah diceritakan tentang seorang gadis yang dikejar-kejar oleh peleceh-peleceh, kemudian lari-lari mencari security, ternyata security justru ikut-ikutan berniat melecehkan. Dapat diibaratkan baju lengan sebelah sudah dirobek, mau dirobek lebih besar lagi. Inilah dunia fantastis atas fisik perempuan.
Tapi ini dunia nyata. Seorang mahasiswa tamu dari Australia sedang berjalan-jalan di sepanjang Malioboro, tiba-tiba ada yang menggerayangi dadanya. Dia hanya bercerita kepada teman Indonesianya, kenapa di negeri ini harus terjadi seperti ini. Soalnya kalau di tempatnya orang lain akan membiarkan penglihatan yang seindah apapun terhadap seorang perempuan. Misalnya ada orang di pantai hanya memakai bikini, itu hak para perempuan tanpa diganggu orang lain. Walaupun di sana sering juga terjadi living together before marriage. Mungkin itu bukan kategori pelecehan karena dilakukan suka sama suka. Bahkan di Australia, perempuannya lebih suka memiliki dada yang kempes, tetapi otak briliyant daripada pamer dada besar.
Seorang Ibu sedang menonton pedagang keliling menawarkan barang-barang elektronik di pasar, tanpa sadar dia digerayangi oleh seorang lelaki. Siapa yang salah.
Pemuda-pemuda di kampung suka mengintip kembang-kembang desa yang lagi mandi di mata air, dan ini dipelopori oleh Jaka Tarub. Jaka Tarub dapat dianggap mengajari pelecehan, karena dia melihat perempuan-perempuan dari kota yang sedang mandi, kemudian bajunya diambil satu sehingga seorang perempuan tidak bisa kembali ke kota. Mungkin dalam sindiran nenek moyang dahulu untuk mencela tindakan pelecehan tersebut dengan cerita Jaka Tarub yang suka dengan gadis khayangan (aduh...dunia khayal).
Demikian pula ketika Dewi Persik pulang dari show, dari belakang digerayangi penggemarnya. Kontan saja Dewi Persik marah, langsung si cowok kena tonjok. Dewi Persik yang suka berpakaian merangsang sahwat saja marah, apalagi yang berpakaian rapat.
Anak-anak perempuan di sekolah dilecehkan oleh teman lelakinya karena pelajaran biologi sedang membicarakan organ perempuan. Seorang guru melakukan penggerayangan terhadap muridnya. Ketika itu habis pelajaran Olah Raga. Seorang lelaki menyodomi beberapa anak lelaki.
Di Amerika seorang Monica Lewinsky menuntut ke pengadilan karena merasa dilecehkan oleh orang nomer satu di USA. Kasus ini telah menjatuhkan nama baik seorang nomer satu di USA. Kemudian Mike Tyson yang memegang pantat seorang peragawati. Perempuan itupun menuntut. Sayang di Indonesia belum ada keberanian untuk melakukan tuntutan terhadap segala tindak pelecehan. Di kantor-kantor karyawan laki-laki memberi komentar terhadap organ fisik perempuan, bicara jorok dan sebagainya.
Pelecehan seksual merupakan suatu tindakan maupun ucapan bermakna seksual, yang berakibat merendahkan martabat orang yang menjadi sasaran.
Bentuk-bentuk pelecehan :
  • Laki-laki menggoda perempuan dengan main mata, siulan, isyarat jorok, sentuhan, rabaan, remasan, pelukan, ciuman terhadap bagian tubuh perempuan.
  • Laki-laki berkomentar jorok tentang tubuh perempuan
  • Laki-laki menggoda perempuan dengan mengajak melakukan hubungan intim
  • Laki-laki memamerkan alat kelaminnya atau melakukan onani di depan perempuan.

Seorang lelaki yang memiliki kekuasaan akan uang dan segalanya dapat melakukan pelecehan terhadap perempuan.

Stadium yang paling keras dari pelecehan adalah pemerkosaan. Perkosaan adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar/ atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu di luar pernikahan.

Perkosaan dan pelecehan akan mengakibatkan dampak psikis yang sangat serius. Korban akan merasa direndahkan martabatnya, akan marah, tersinggung, depresi, menyalahkan diri sendiri, merasa diri kotor, tak berguna dan hina sehingga cenderung menarik diri dari lingkungan, bahkan trauma dan ingin bunuh diri. Perkosaan akan menimbulkan dampak yang lebih berat, yakni kerusakan organ vital, penularan penyakit menular dan gangguan fungsi seksual.

Sungguh-sungguh memalukan bangsa dan negara. Siapa yang salah, korbannya atau pelakunya. Seorang perempuan diperkosa atau dilecehkan apakah karena berpakaian seronok. Apakah pakaian seronok menjadi penentu utama segala tindak pelecehan dan perkosaan ? Sehingga ketika Dewi Persik digerayangi dadanya itu dianggap kesalahan total Dewi Persik. Kucing tidak akan melarikan diri jauh melihat tikus. Itukah faktornya ? Saya tidak setuju semestinya siapapun harus memiliki ketahanan tubuh dan emosi untuk mengantisipasi dari keingin bertindak senonoh. Gencarnya apapun video porno dan film biru di pasaran, kalau masyarakat terlatih dan teredukasi untuk menghindari segala bentuk tindakan tidak senonoh, tentu saja semua itu akan terhindarkan.

Semua orang membutuhkan ketahanan emosi-pikir-tubuh untuk menghindari hasrat untuk berbuat seronok. Kesadaran tinggi lebih dibutuhkan ketimbang menyalahkan korbannya. Semua pihak harus kompak dalam kepedulian terhadap segala tindak pelecehan. Kalau ada kaumnya dilecehkan kok tidak marah, malah menyalahkan kaumnya itu kan jadi bagaimana. Misalnya mendengar cewek dilecehkan, malah komentar, makanya kalau berpakaian rapat. Ini bukan masalah pakaian saja, tetapi ketahanan emosi seseorang terhadap segala bentuk godaan. Bagaimana membangun kesadaran pribadi dan ketahanan emosional ?

Coba berpikir sejenak, "Kalau istrinya atau keluarganya yang dilecehkan, apakah akan terima?, makanya jangan sekali melecehkan isteri atau keluarga orang lain...". Ketika ada hasrat untuk melakukan tindakan seronok, kenapa tidak melecehkan bantal guling, boneka saja ketika tidak ketahuan orang sehingga tidak mempermalukan diri dan orang lain. Kalau dilampiaskan kepada orang lain, ini akan melukainya, lebih baik melakukan terhadap benda mati, misalnya bantal guling, boneka atau yang lainnya.

Upaya hukum yang dikenakan bagi pelaku pelecehan dan perkosaan :

  • Kekerasan fisik dapat dituntut dengan pasal penganiayaan (pasal 351 - 358 KUHP)
  • Pelecehan seksual dapat dituntut pasal 289 - 298, 506 KUHP, tindak pidana terhadap kesopanan, pasal 281 - 283. 532 - 533 KUHP.
  • Perkosaan dapat dituntut dengan pasal 285 KUHP.
  • Persetubuhan dengan wanita di bawah umur dapat dituntut dengan pasal 286 - 288 KUHP.
  • Perkosaan terhadap anak dapat dituntut dengan pasal 81 -82 UUPA

Untuk info lebih lanjut bisa klik www.rifka-annisa.or.id

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan