Wednesday 30 January 2008

Tidak ada Duit Tidak Bisa Sekolah


Judul Buku : Pengumuman : Tidak Ada Sekolah Murah
Karya : Eko Prasetyo, Terra Bajraghosa
Penerbit : Resist Book, Yogyakarta
Tahun Terbit : Juli 2005
Tebal : 144 halaman, i - x, 21 X 23 cm
Penulisnya memang tidak pernah bosan menceritakan kisah-kisah kemiskinan. Buku ini merupakan salah satu seri Dilarang Miskin, yang mengisahkan hak-hak orang miskin yang semakin tergusur oleh kepentingan pasar.
Para penulis buku ini memang sudah hafal dengan istilah sekolah. Mereka merasa telah lama sekolah. Sewaktu di TK diajak menyanyi sama Bu Gulu, diberi banyak aturan (lha iyalah, biar tidak semaunya), penuh kerjaan (lha iyalah emangnya sekolah mau mainan). Sekolah selalu menjadi kenangan yang terindah bagi banyak orang, sehingga banyak judul tembang yang bercerita tentang sekolah, seperti Kisah Kasih di Sekolah, Engkau Masih Anak Sekolah, Bus Sekolah, Bu Guru dan Pak Guru, Pergi Sekolah dan masih ada beberapa yang tidak bisa saya sebutkan. Di sana bisa bertemu pacar, jajan, bermain, bisa ngerjain temen. Tetapi ternyata saat ini tidak semua anak-anak bisa merasakannya, karena mahalnya biaya sekolah. Sekolah memang tempat yang luar biasa. Di sana kita mendapatkan pengalaman yang menakjubkan sekaligus mengharukan. Hampir sebagian orang punya pengalaman unik di sekolah. Keunikannya karena sekolah memang bukan sekedar ladang menyemai pengetahuan, tetapi jalur silaturahmi.
Buku ini menggambarkan semua kejadian sekolah dengan bentuk kartun/komikal. Kita bisa menikmati buku ini sambil tiduran, santai, tetapi ada sesuatu yang akan membuat mengangguk-angguk ataupun geleng-geleng kepala.
Dalam buku ini diungkapkan kasus-kasus kekerasan, pelecehan seksual, pemiskinan, pelajaran hukuman, kedisiplinan, dan sebagainya.
Kalau kita lihat dalam peristiwa-peristiwa sehari-hari maka buku ini adalah cerminannya. Ketika di sekolah banyak aturan dan PR, kemudian para siswanya berteriak-teriak. Mereka bertemu dengan guru killer, guru mbolosan, guru telatan, guru nyambi ngojek, teman yang setia, teman yang pengkhianat, teman yang ngantukan, teman yang nyontekan, dan sebagainya.
Di sini kita akan menemukan banyaknya sekolah-sekolah baru dengan program-program unggulan dengan biaya unggulan juga. Sekolah dalam era kapitalisme telah mengikuti kepentingan pasar bagaikan perusahaan yang mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Banyak sekali iklan sekolah bagaikan iklan sabun di televisi. Orang mulai berkeyakinan bahwa sekolah bermutu ya harus sekolah mahal. Ibu-Ibu di arisan sibuk memamerkan kebisaan anak-anaknya. Sekolah yang meriah selalu menyakitkan oraang-orang miskin.

Wednesday 23 January 2008

MULTIKULTURALISME DAN REVITALISASI MASYARAKAT ADAT

Judul : Pendidikan Multikultural daan Revitalisasi Hukum Adat Dalam Perspektif Sejarah
Editor : Prof. Dr. Ki Supriyoko
Penulis : Prof. Dr. Syarif Ibrahim Alkadri dkk.
Penerbit : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala
Juli 2005
Multikulturalisme tidak dapat tertahan lagi. Gelombang globalisasi telah membuka pintu pergaulan antar bangsa, antar daerah. Pluralisme kultural semestinya dihadapi secara arif bijaksana. Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari banyak pakar.
Multikulturalisme merupakan suatu perkembangan yang terkini dalam IPTEK. Multikulturalisme terus berkembang sesuai dengan perubahan sosial yang dihadapi oleh umat manusia khususnya di dalam era dunia terbuka dan era demokratisasi kehidupan. Perubahan sosial yang terjadi dengan sangat cepat mendorong orang berpikir tentang liberalisme. Salah satu kritik yang tajam terhadap faham politik liberalisme yaitu diperhitungkannya adanya kenyataan sosial yaitu perbedaan budaya dalam kehidupan manusia. Di atas telah dijelaskan mengenai hak untuk mempunyai budaya sendiri (right ti culture) yang diabaikan dalam kehidupan politik sampai deakde terakhir abad 20. Peranan budaya ternyata sangat besar di dalam memajukan kehidupan bangsa dan negara.
Demokratisasi melahirkan pengenalan dan pengakuan terhadap budaya yang berjenis-jenis dan sebaliknya pengakuan terhadap kebudayaan yang berjenis-jenis berarti pula pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia di dalam kehidupan berbudaya. Multikulturalisme menjadi pendukung pluralisme yaitu keberadaan budaya yang sama tinggi dan sama bernilai di dalam masyarakt yang pluralistis. Inilah proses demokratisasi yang sempurna karena meliputi bukan hanya hak-hak politik dan hak individu, tetapi juga hak-hak budaya dari suatu kelompok masyarakat. (Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed., "Pendidikan dalam Multikulturalisme")
Pada halaman 13 beliau merunut teori Sleeter dan Grant (1987) juga di dalam buku Thomas J. La Belle dan Christopher Ward, serta Banks & Banks dikemukakan lima tipologi pendidikan multikultural yang berkembang :
1) Mengajar mengenai kelompok siswa yang memiliki budaya yang lain (culture difference)
2) Hubungan manusia (human relation)
3) Single group studies
4) Pendidikan multikultural (pendekatan kurikulum)
5) Pendidikan multikultural yang sifatnya rekonstruksi sosial.
Melihat kondisi sosial, budaya dan politik di tanah air, perlu kiranya menyusun konsep pendidikan multikultural.
1. Right to culture dan identitas budaya lokal
2. Kebudayaan Indonesia yang menjadi
3. Konsep pendidikan multikultural normatif
4. Pendidikan multikultural merupakan suatu rekonstruksi sosial
5. Pendidikan multikultural di Indonesia memerlukan pedagogik baru.
6. Pendidikan kultural bertujuan untuk mewujudkan visi Indonesia masa depan serta etika berbangsa.
Menurutnya corak bhinneka tunggal ika bukanlah lagi keanekaragaman suku bangsa dan budayanya, tetapi lebih pada keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Pembangunan masyarakat multikultural dalam diri bangsa Indonesia dapat terjadi bila konsep multikulturalisme menyebar luas dan menyebar luas dan dipahami pentingnya bagi bangsa Indonesia, serta adanya keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya. Kesamaan pemahaman di antara para ahli mengenai makna multikulturalisme dan bangunan konsep-konsep yang mendukungnya perlu ditanamkan. Juga perlu ada upaya-upaya real.
Konsep-konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Masyarakat manusia pada dasarnya adalah masyarakat yang berkelompok, bersuku-suku, berbangsa-bangsa daan berbeda-beda : bermasyarakat nasional, bermasyarakat lokal, bermasyarakat nasional dan global. Dan menjadi tugas para elit, bukan hanya local genius tetapi national genius untuk melakukan pengelolaan sebagaimana yang sudah terjadi dan sudah dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Krisis demi krisis, perang demi perang, konflik demi konflik terjadi, yang senantiasa memerlukan pengelolaan untuk penyelesaiannya agar diperoleh transformasi / hikmah / blessing, sehingga peradaban manusia menjadi meningkat, lebih beradab (lebih berbudaya, lebih cerdas, lebih bermoral).
Hikmah yang dapat diambil dari seluruh proses temu budaya, dialog budaya dan prakongres kebudayaan itu sendiri, menunjuk pada program-program, antara lain :
1. Melalui penelitian dan pengembangan (Litbang) pemerintah dan masyarakat dan lembaga-lembaga adat sesuai dengan amandemen UUD mengenai masyarakat adat dan kebudayaan serta pengukuhan ideologi kebangsaan melakukan penelitian dan pengembangan : penelitian bukan saja tentang sistem nilai sesuatu masyarakat tetapi mencakup integrasinya dengan nilai-nilai lain.
2. Tiap-tiap lembaga agama dalam rangka dakwah/penyebaran/siar agama harus melakukan litbang, juga lembaga-lembaga adat, lembaga-lembaga litbang pemerintah dan lembaga litbang kampus harus melakukan penelitian sistem nilai dan perkembangannya.
3. Melakukan reinterpretasi, revitalisasi dan integrasi nilai-nilai secara dinamik dan terbuka : karena values as integratinging forces menghindari benturan kebudayaan seperti halnya kasusu Sidiknas dan lain-lain, agar tidak menjadi konflik terbuka.
4. Pemberdayaan dan pengembangan organisasi-organisasi kebudayaan
Dengan membaca buku ini kita akan yakin bahwa multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara budaya. Multikulturalisme, yang tidak persis sama dengan pluralisme, menurut Lawrence Blum merupakan sebuah pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, dan sebuah penghormatan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain dan ini juga mencakup upaya mencoba melihat bagaimana kebudayaan tertentu dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri. Dengan pengertian adanya toleransi untuk menerima dan menghargai pendapat orang lain, kendatipun berbeda.

Tuesday 22 January 2008

I GET DAE JANG GEUM FEVER

Miniseri Dae Jang Geum atau Jewel in The Palace yang diputar oleh MBC sejak 15 September 2003 hingga 23 Maret 2004 mencatat banyak rekor baru. Miniseri yang berdasar pada figur sejarah Dae Jang Geum memegang rating 47 % hingga 57,8 %. Pantaslah kalau Dae Jang Geum telah mengakibatkan demam pada budaya Korea. Masyarakat Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Canada, India, Iran, USA, Australia, Indonesia, Hongaria dan masih banyak lagi diguncang oleh kehadiran "Jewel in The Palace" atau "Dae Jang Geum" dengan tokoh utama Seo Jang Geum yang diperankan oleh Lee Young Ae, hingga banyak fans yang memuji aktingnya. Terhitung tiga bulan sejak Mei 2004 ketika mulai diputarnya miniseri di Taiwan telah menyedot banyak penggemar. Kemudian dilaunching oleh satelit NHK. Di dunia Barat demam Korea terjadi sejak diputarnya 60 episodenya di Chicago. Kalau kita nikmati dan hayati kata demi kata, kisah demi kisah, dari episode ke episode, maka kita akan menemukan banyak pelajaran di sana. Oleh karenanya saya ingin selalu melihat dan bercerita ke banyak orang. Telenovela Korea ini telah membantu pemerintah Korea dalam mempromosikan pariwisata dan budayanya. Di situ full aksi ilmu dan seni kuliner, bagaimana mengolah dan menyajikan makanan, ilmu dan seni pengobatan, nilai-nilai falsafah, seni busana, seni arsitektur tradisional, pandangan kecintaan pada bangsa dan negara, dan masih banyak lagi. Sikap hidup tokoh utama yang suka belajar ilmu pengobatan / dasar-dasar kedokteran dan ilmu tentang kuliner. Kita bisa lihat keindahan Korea. Telenovela Korea ini bersetting sejarah Korea seperti yang termuat dalam almanak Dinasti Joseon/Chosun. Inilah buktinya kalau bahan dan tema sejarah, budaya dikemas dalam produk hiburan yang profesional akan menghasilkan demam. Generasi mudapun akan enjoy saja.
Secara langsung ataupun tidak langsung film ini juga mempromosikan lokasi-lokasi yang indah di Korea. Istana Changdeokgung yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs pusaka budaya dunia dimunculkan pada episode 1 yang menggambarkan ceremonial iring-iringan Raja Yeonsangun, pada episode 3 ketika adegan ceremonial Raja Jungjong, pada episode 51 ketika adegan Raja Jungjong dihalangi masuk ke tempat kediaman putranya Gyeongwondaegun dan juga episode 51 dan 52 ketika Raja Jungjong berjalan dan ngobrol dengan Jang Geum. Istana Hwaseong Haenggung Palace, digunakan untuk adegan Jang Geum belajar menjadi dayang pada episode 3 dan 4, kompetisi memasak pada adegan 8, juga ketika adegan pelatihan dokter dan perawat perempuan dan masih banyak lagi adegan.
Selain itu syuting juga dilakukan di perkampungan adat tradisional Korea (Korean Folk Village) pada episode 54 di mana Jang Geum, Min Jung ho dan bayinya tinggal sejak Jang Geum melahirkan. Pada episode 51 menjadi tempat Jang Geum merawat pasien-pasien cacar di desa, dan masih banyak adegan yang mengambil syuting di tempat ini. Sebuah perkampungan rakyat di Jeju (Jeju Folk Village) juga digunakan syuting yang menggambarkan Jang Geum sedang belajar pengobatan dan menjadi budak untuk pemerintahan lokal Jeju dari episode 27 dan 32.
Pantai Hyeopjae di episode 28, merupakan lokasi di mana Min Jung-ho menyaksikan ke laut sejak Jang Geum pergi dengan dengan kapal dan ketika Dae Jang Geum lari dari gubug. Wah, Hyeopjae Beach terkenal dengan warna kilauan kepermata-permataannya.
Di Oedolgae pada episode 30 and 31, Jang-geum berdiri sendiri melihat jauh ke lautan. Tempat ini objek wisata terkenal di Pulau Jeju do.
Di gua Jeju Jinjigul Cave pada episode 54, Jang-geum menemukan seorang perempuan yang sedang akan melahirkan, Jang Geum membantu mengoperasinya untuk menyelamatkan Ibu dan putranya. Jinjigul Cave dibuat untuk perlindungan dari militer Jepang pada awal tahun 1945.
Seongeup-ri Ranch Area di Namjeju-gun (ATV Jeju Joy), banyak adegan dilakukan di Seongeup-ri, Pyoseong-myeon, Namjeju-gun. Ketika itu Dae Jang Geum menggendong mayatnya Lady Han dan menguburkannya di sana, juga ketika Jang Geum di bawa pasukan penjaga ke tempat pengasingan, ketika Jang Geum berziarah ke makam Lady Han.
Adegan yang sering muncul dalam miniseri adalah kesibukan para dayang istana menyiapkan hidangan makanan untuk Raja. Masing-masing dayang bersaing untuk bisa mempersembahkan makanan yang paling enak untuk Raja. dari sinilah muncul intrik-intrik. Kubu yang satu berkeyakinan bahwa mencari pengaruh politik melalui masakan adalah tindakan memalukan, sedangkan kubu yang lain, itu adalah syah-syah saja.
Sering kali diadakan kontes memasak di sana. Para dayang istana cekatan sekali tangan dan jarinya menyiapkan bahan-bahan makanan, bagaimana mengupasnya disertai keterangan bagaimana memperlakukan makanan agar berguna bagi kesehatan. Misalnya dilarang makan sayuran busuk, karena ini mengandung racun.
Ketika terjadi wabah penyakit di suatu desa, bagaimana Dae Jang Geum tidak melarikan diri seperti halnya teman-temannya, tetapi justru mencari sebab musabab wabah penyakit itu. Mula-mula hipotesis bahwa penyakit itu bukan wabah menular, tetapi karena sayuran busuk yang dikonsumsi bersama-sama dari waktu ke waktu hingga menjadi penyakit masal.
Ketika Dae Jang Geum mengikuti kompetisi pengobatan di Seoul, kalau dilihat dari kemampuannya dia pasti lulus terbaik, tetapi karena alasan tertentu gurunya membuatnya mengulang beberapa kali. Dae Jang Geum dianggap sombong karena kemampuannya. Dae Jang Geum berusaha menebus kesalahannya dengan mencuci baju teman-temannya, memasak makanan teman-temannya, pokoknya semua pekerjaan di luar belajar. Akhirnya Dae Jang Geum sukses menjadi asisten perawat di istana.
Dae Jang Geum sangat cepat mendiagnosis penyakit pasien, terutama dengan melihat warna muka si pasien. Ketika ada kasus di istana di mana permaisuri menderita penyakit yang hanya diyakini bahwa dirinya telah keguguran. Semua yakin pada hipotesis umum bahwa Permaisuri sakit karena habis keguguran. Dae Jang Geum yakin kalau di dalam perut permaisuri ada satu bayi lagi yang masih hidup karena permaisuri mengandung anak kembar.
Kalau kita memperhatikan tokoh utamanya pasti akan terkagum-kagum bagaimana Dae Jang Geum bekerja keras sebagai anak yatim piatu yang dianggap golongan rendahan, hidup di lingkungan yang menonjolkan status sosial, dominasi pria, tetapi terus bekerja keras, belajar akhirnya berhasil menjadi Tabib Agung pertama dalam sejarah dinasti Chosun, walaupun dihalangi oleh banyak orang, termasuk Ibu Suri sendiri, walaupun akhirnya dirinya lebih memilih hidup sebagai rakyat jelata yang terbebas dari segala permasalahan politik.

Monday 21 January 2008

KETIKA SEJARAH MENJADI PRODUK HIBURAN UMUM







Dae Jang Geum, Jewel in The Palace telah memberikan alternatif hiburan yang layak ditonton oleh semua lapisan masyarakat, semua kelompok profesional, segala umur. Film yang diproduksi Korea ini ditonton oleh banyak orang di belahan bumi Barat dan Timur. Di Eropa film ini juga sangat digemari, selain mengasyikan juga informatif, dan mengenalkan budaya lain bagi masyarakat Eropa. Demikian pula di Asia, penggemarnya tersebar di banyak negara. Di India drama tersebut diberi judul menjadi Ghar Ka Chirag. Di Iran, Brunei, Hongkong, Taiwan, Canada, Australia, USA, Indonesia, Singapura, Malaysia, dan banyak lagi, semuanya terserang demam budaya Korea. Dan akhirnya dalam festival film di Italia, Miss Lee Young Ae (aktris utamanya, Dae Jang Geum) dinobatkan menjadi aktris terbaik. Dilihat dari tata artistik, costum pemain, skenario memang sangat menarik.
Film ini diproduksi dan didistribusikan oleh Munhwa Broadcasting Company, sebuah stasiun tv di Korea Selatan pada tahun 2003 yang sampai akhir tahun 2007 masih digemari banyak orang di belahan bumi utara dan selatan, dengan bintang-bintang yang sudah tidak asing lagi seperti Lee Young Ae, Im Ho, Ji Jin Hee, Hong Rina, Yang Mi Kyeong dan masih banyak lagi.
Selain casting penyutradaraan yang tepat oleh Byoung--hoon Lee juga didukung penulisan naskah oleh Yeong--hyeon Kim.
Film ini membuktikan bahwa film sejarah apabila dikemas secara pas, dengan penyutradaraan yang sesuai karakter tokoh, alur cerita, penulisan naskah, setting tempat, custom artis yang sesuai dengan zamannya, maka akan dinikmati oleh jutaan mata. Film ini jelas-jelas berlatarbelakang sejarah dinasti Joseon, pada masa kekuasaan Raja Seongjong, Raja Yeonsan-gun (1494-1506) dan Raja Jungjong (1506-1544). Cerita ini berkisah tentang dilema anak-anak pada dendamnya karena orang lain telah membunuh orangtuanya. Kematian Ratu Yun, Ibu Suri Raja Yeonsan-gun (saat itu putra mahkota) yang diracun oleh sekelompok prajurit.
Cerita ini berawal di kehidupan istana, kesibukan para pelayan Kaisar. Waktu itu bapaknya Dae Jang Geum, Suh Chun Su (Seo Cheon-su) baru mengikuti kompetisi memanah dengan tim lain, tetapi justru tangannya berdarah dan panahnya patah. Baginya ini pertanda buruk. Ternyata dia dilibatkan dalam konspirasi untuk menakhlukkan keluarga Kaisar dengan meracuni Permaisuri Kaisar, yang sengaja didalangi orang dalam. Dengan semua itu dia merasa gelisah, sehingga emosinya tidak terkendali. Akhirnya dia terjatuh dan ditemukan oleh seorang pendeta. Darinya ayah Jang Geum mendapat petunjuk bahwa dia akan bertemu tiga perempuan yang nantinya akan mendatangkan celaka dan keselamatan baginya. Perempuan yang terakhir akan membuatnya mati, tetapi dialah nanti yang akan mengharumkan namanya.

Ketika istana sedang ada kesibukan mempersiapkan pesta ulang tahun Ibu Suri. Di situ ada tiga tokoh utama, Ibunya Jang Geum (Myeong Hee Park), Lady Choi muda, dan Lady Han muda. Ketiganya merupakan dayang yang berbakat dan punya kans untuk menjadi ketua dayang. Di sinilah akan timbul intrik-intrik, hingga Ibunya Jang Geum diracun oleh keluarga Choi dengan fitnah melakukan hubungan gelap dengan seseorang. Dengan susah payah Lady Han muda menolongnya dengan memberi cairan penawar racun dan dijauhkannya temannya itu dari keluarga Lady Choi (Choi Seong-geum).
Tubuh Myeong Hee Park (Madam Park) antara hidup dan mati terhanyut arus sungai, kemudian ditolong oleh Suh Chun Su (Seo Cheon su), dan menikah, tinggal di dalam pelarian sampai melahirkan Seo Jang Geum. Seo Jang Geum yang masih anak-anak sudah belajar menulis dan membaca, tata cara memasak.
Seo Jang Geum kecil selalu dihina oleh teman-temannya. Keyakinan diri Jang Geum dibangun oleh kedua orangtuanya bahwa dirinya sesungguhnya anak seorang pejabat militer istana dan dayang istana, dengan syarat Seo Jang Geum harus jaga mulut agar kehidupan mereka tentram karena prajurit kerajaan siap membunuh mereka.
Sehebat-hebatnya seorang anak, tidak akan tahan juga dihina oleh teman-temannya, sehingga dia lepas kendali. Ketika ada kompetisi gulat di sebuah alun-alun, Dae Jang Geum kelepasan bicara hingga Ayahnya ditangkap, dan mungkin dihukum mati, sedangkan dia dan Ibunya menjadi buronan.
Akhirnya Ibunya meninggal terkena anak panah, orang yang tahu rahasia konspirasi itu telah dibunuh oleh antek-anteknya kerabat Choi. Sebelum meninggal dan ditimbuni batu di dekat gua, Ibunya memberikan sebuah surat, Ibunya berpesan agar Seo Jang Geum harus menjadi dayang istana dan membalaskan dendam kematian kedua orangtuanya. Seo Jang Geum harus menuliskan kisah kematian kedua orangtuanya dalam dokumen kerajaan.
Seo Jang Geum kecil hidup sebatang kara, tetapi ia selalu mengingat pesan-pesan Ibunya agar menjadi dayang istana. Tiba di sebuah kampung, dia diangkat anak oleh sebuah keluarga yang memproduksi anggur istana dan juru masak istana. Dari sanalah Jang Geum bertemu dengan Lady Han (teman terbaiknya). Seo Jang Geum menjadi anak kesayangan banyak dayang senior. Dia anak yang rajin, pintar dan berbakat. Akan tetapi dia hidup di tengah-tengah orang-orang yang suka mencari muka dan ingin mencari pengaruh kekuasaan dengan hadiah dalam bentuk apapun, uang, makanan, minuman, dan hadiah lainnya. Lady Choi dan beberapa kelompok orang selalu melakukan intrik-intrik untuk mencari pengaruh politik dengan menyembunyikan diri di balik lawan atau kawan.

Sunday 20 January 2008

Hubungan Indonesia dan Yogyakarta

Republik Indonesia memiliki hubungan historis dengan Yogyakarta. Apalagi bila dilihat peranan Sri Sultan Hamengku Buwana dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan RI. Tulisan saya ini hanyalah ulasan singkat dan ringkasan dari orasi Bapak Prof. Dr. Suhartono Wiryopranoto dalam rangka sarasehan dan pagelaran wayang Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 29 Desember 2007. Kalau kita baca dan dengarkan orasi tersebut kita akan menarik kesimpulan sebuah hubungan kemesraan antara Republik Indonesia - Kraton Ngayogyakarta - Yogyakarta - UGM. Di sinilah salahsatu sudut dari kesemestaan Yogyakarta bagi Indonesia.


Pak Prof. Dr. Hartono mengawali orasi hari tersebut dengan mengingatkan kita kembali kepada masyarakat tentang Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Beliau telah berperan besar dalam mengelola Republik Yogyakarta (RI di Yogyakarta, 4 Januari 1946 sampai dengan 27 Desember 1949), sehingga semuanya berjalan lancar dan cita-cita republik menuju persatuan bangsa dan pengakuan kedaulatan dapat terlaksana dengan baik.


Pada tanggal 18 Maret 1940 G.R.M. Dorojatun dinobatkan menjadi Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Beliau merupakan pemimpin yang sangat dekat dengan rakyat. Kejujuran dan kesederhanaannya telah mendekatkan dirinya dengan kawulanya. Ada beberapa sumber yang menyatakan bahwa beliau sangat lihai menyamar agar bisa membaur dengan rakyatnya. Ceritanya kurang lebih demikian, waktu itu beliau baru menaiki mobilnya melewati sebuah jalan, di jalan ada seorang Ibu yang hendak ke pasar, kebetulan sedang menunggu angkutan, tetapi sampai lama belum ada angkutan, kemudian Ibu menghentikan mobil Pak Sultan atau memang Pak Sultan berkenan berhenti untuk menolong Ibu tersebut, sesampainya di pasar, orang-orang di pasar memberi tahu kalau itu tadi Pak Sultan, saat itu juga si Ibu pingsan.

Walaupun beliau berlatarbelakang pendidikan Barat, tetapi nilai-nilai ke-Jawaannya tidak hilang dalam dirinya. Kombinasi pendidikan tradisional Keraton dengan pendidikan Belanda menghasilkan pemikiran yang rasional dan berpihak pada rakyat.

Demokratisasi Sri Sultan dilakukan dengan reorganisasi birokrasi di Pusat Pemerintahan di Kepatihan. Beliau tidak mengangkat Pepatih Dalem lagi dan kemudian berkantor di Kepatihan sejak tanggal 1 Agustus 1945. Kharisma beliau telah dipandang oleh di belahan dunia lain.

Berita telah dibacakannya naskah Proklamasi di halaman rumah Soekarno, pegangsaan Timur 56 pukul 10.00 segera diterima di Yogyakarta siang harinya. Siang itu umat muslim sedang sholat Jumat di Mesjid Besar, Alun-Alun Utara Utara Yogyakarta. Sore harinya Ki Hajar Dewantoro dan murid-murid Perguruan Taman Siswo pawai keliling kota dengan bersepeda untuk menyebarkan berita proklamasi kepada masyarakat.

Reaksi pertama yang diambil oleh Sultan Hamengku Buwana IX adalah mengirim telegram kepada Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta pada tanggal 19 Agustus 1945 dengan mengucapkan selamat atas berdirinya Negara Republik Indonesia dan terpilihnya Ir Soekarno dan Drs Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Hal serupa juga diikuti oleh Paku Alam VIII. Kemudian ditindaklanjuti dengan memanggil kelompok-kelompok pemuda di Kepatihan Yogyakarta pada hari Minggu tanggal 19 Agustus 1945 itu agar mereka menjaga keamanan masyarakat. Unsur-unsur feodal mulai dihilangkan oleh kedua pimpinan Yogyakarta tersebut. Beliau berdua pada tanggal 30 Oktober 1945, yang isinya sebagai berikut :

1. Ke dua Kepala Daerah merupakan Dwitunggal

2. Ke dua pemerintah DIY bekerja bersama rakyat yang diwakili oleh BP KNID Yogyakarta

3. Menghilangkan dualisme dalam pemerintahan DIY

Pasca kemerdekaan situasi ibukota Jakarta semakin genting, di sanalah terjadi bentrokan antar kepentingan, Jepang masih berkeliaran, Sekutu yang datang akan melucuti senjata tentara Jepang, kelompok revolusioner pemuda yang membuat onar. Segera saja Sri Sultan, Paku Alam dan KNID Yogyakarta mengirim kawat kepada Sutan Syahrir atas terhindarnya dari percobaan pembunuhan. Tanggal 2 Januari 11946 Sultan mengirim kurir ke Jakarta minta agar pemerintah pusat menyingkir ke Yogyakarta. Pada tanggal 4 januari 1946 ibukota RI Indonesia dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Masyarakat Belanda tidak rela kalau RI memiliki kekuasaan lebih atas wilayah jajahannya. Belanda mengisolasi hubungan internasional RI. Pembentukan negara-negara federal berarti mempersempit wilayah RI. Blokade Belanda menyulitkan RI melakukan perdagangan beras dan transportasi ke daerah lain.
Untuk menghadapi Agresi Belanda I, TNI melakukan pertahanan linier yang ternyata kurang efektif, karena peralatan perangnya sangat terbatas. Itulah sebabnya dalam Agresi II TNI kemudian meninggalkan kota-kota dan melakukan gerilya semesta yang berbasis pedesaan.
Melalui siaran RRI, Panglima Besar Sudirman meeemerintahkan pada segenap jajaran Angkatan Perang RI agar tetap bersatu dan berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Muhibah Sutan Syahrir ke Amerika Serikat, Inggris, dan India dilakukan dengan maksud untuk memberitahukan tentang keadaan sebenarnya di Indonesia.
Respon TNI Udara terhadap Agresi Belanda I adalah serangan balik terhadap pertahanan Belanda di Semarang, Ambarawa, dan Salatiga.
Pada masa Agresi Militer II, para petinggi negeri seperti Presiden dan Wapres, beberapa menterinya ditawan Belanda.
Fenomena terbaru dekolonisasi telah mendorong USA dan Inggris berpihak kepada Indonesia.
Keberhasilan Serangan Umum merupakan berkat kerjasama yang serasi antara Sri Sultan Hamengku Buwana IX dengan Letkol Soeharto. DK PBB menjadi mediator khususnya wakil dari USA, setelah melihat realitas eksistensi RI. Oleh karena itu, dicarikan jalan terbaik untuk mengatasi konflik itu lewat perundingan.
Setelah tahap-tahap diplomasi dan perang fisik pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Penandatanganan naskah tersebut dilakukan di Belanda dan Jakarta. Di Amsterdam (Belanda) berlangsung Penyerahan Kedaulatan dari PM Drees kepada RIS, diterima oleh Drs. Moammad Hatta. Di Jakarta berlangsung penyerahan pemerintahan HB, Dr. Lovink, kepada RIS diwakili oleh Sultan Hamengku Buwana IX.
Ketika UGM mulai dirintis, Sri Sultan meminjamkan Siti Hinggil, Pagelaran Kraton, nDalem Mangkubumen, dan Wijilan untuk kegiatan kuliah.
Dalam perjalanan tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwana IX telah memegang berbagai peranan/status. Selain sebagai Raja, Kepala Daerah, Menteri Pertahanan / Negara. Sultan adalah key person dan juru runding dengan Belanda maupun dengan KTN/UNCI. Berdasarkan CMI (Intelijen Militer Belanda) adalah figur kunci birokrasi sipil. Beliau memiliki pandangan ke depan dan bersifat world oriented. Sultan telah menyelamatkan Republik.

Saturday 19 January 2008

Daya Saing Kebudayaan












Berita Budaya, Senin 10 Desember 2007
Pada hari Senin, 10 Desember 2007, Bidang Daya Saing dan Kemandirian Masyarakat, BAPEDA mengadakan seminar lanjutan tentang Strategi Peningkatan Daya Saing Kebudayaan Yogyakarta (DIY). Seminar ini diadakan dalam rangka menjaring masukan dan saran terhadap Draft Strategi Peningkatan Daya Saing Kebudayaan Yogyakarta (DIY).
Dalam sambutan dan pengarahannya, Ir Azharudin AR, Kepala Daya Saing dan Kemandirian Masyarakat, BAPEDA Provinsi DIY memberikan pernyataan bahwa secara teoritis, kondisi masyarakat DIY dapat digambarkan dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu : Pertama, masyarakat yang memiliki daya saing, yakni masyarakat yang bergerak dibidang Pendidikan, Budaya dan Pariwisata (termasuk industri kecil kerajinan) dan kedua, masyarakat yang belum memiliki dayasaing, yakni masyarakat di sektor lainnya.
Beliau juga menambahkan bahwa untuk mendorong investasi ke DIY, diperlukan strategi yang adil dalam penanganan kedua kelompok tersebut. Untuk kelompok yang berdaya saing memerlukan fasilitasi, sedangkan kelompok yang tidak berdaya saing harus diberdayakan. Melihat situasi dan kondisi yang terjadi saat ini, tantangan ke depan dalam meningkatkan dayasaing kebudayaan DIY sangatlah berat. Proses pengikisan ketahanan budaya Jogja berjalan sangat cepat, sehingga diperlukan kepedulian semua pihak untuk mempertahankannya, bahkan mencari jalan keluar untuk meningkatkan ketahanannya, sekaligus daya saingnya.
Sambutan dan pengarahan tersebut mengawali serangkaian acara Seminar hari tersebut. Dalam kesempatan tersebut BAPEDA menghadirkan Dr. Amiluhur Soeroso, M.M., M.Si., Romo Ir. Yuwono Sri Suwito, M.M., dan seorang pemerhati kebudayaan yang sudah tidak asing lagi, Indra Tranggono.
Bapak Dr. Amiluhur Soeroso, M.M., M.Si. menyampaikan bahwa industri kebudayaan merupakan industri kreatif, industri yang berorientasi masa depan yang secara umum meliputi cetakan (termasuk batik), percetakan dan multimedia, audio-visual dan produksi sinematografis, kerajinan tangan dan disain, kemudian arsitektur bangunan, seni visual dan pertunjukan, olah-raga, musik, pabrikan alat musik, periklanan dan pariwisata budaya. Industri kebudayaan memberikan tambahan dan menghasilkan nilai terhadap individu dan masyarakat. Industri ini padat karya dan pengetahuan, menciptakan kesejahteran dan mendorong inovasi dalam produksi dan proses komersialisasi. Selain itu juga sebagai sarana untuk meningkatkan keunggulan kompetitif, pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kemiskinan.
Dua belas faktor yang berhubungan dengan fisik kebudayaan yang harus diperhatikan dalam peningkatan daya saing kebudayaan Yogyakarta, yaitu antara lain:
Pertama, menyampaikan kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam kesenian (wayang, kerawitan, tembang, tari dan kethoprak) kepada masyarakat. Kedua, menciptakan tampilan seni pertunjukan yang tidak ketinggalan jaman melalui inovasi baik teknologi maupun sumberdaya manusianya. Ketiga, pelestarian kesenian sebagai nilai warisan bagi generasi di masa depan. Keempat, melakukan modifikasi terhadap performace seni pertunjukan (bukan dalam pakemnya). Kelima, pelestarian heritage (tangible dan intangible) baik melalui retrofit, rehabilitasi, restorasi, renovasi dan sebagainya. Keenam, memperhatikan kelaikan infrastruktur pendukung budaya baik sarana dan prasarananya juga mendorong kepedulian semua pihak membantu pusat-pusat seni dan budaya untuk tampil di berbagai kancah internasional. Ketujuh, mempertahankan penggunaan busana dengan motif batik dan lurik. Kedelapan, menjaga keanekaragaman kerajinan yang cukup diperhitungkan di mancanegara. Kesembilan, menumbuhkan kembali kebanggaan berbusana tradisional Jawa melalui pemakaian tersebut bukan hanya seremonial pada hari atau peringatan tertentu tetapi lebih intensif lagi. Kesepuluh, menjaga budaya kedisplinan baik ketertiban dan keteraturan. Kesebelas, meningkatkan kualitas dan model tembikar Kasongan agar tidak ketinggalan jaman. Keduabelas, menjaga Kraton tetap sebagai pusat budaya Jawa.
Sementara itu Romo Ir Yuwono Sri Suwito, M.M., M.Si. menggagas bahwa dalam Strategi Daya Saing Bidang Kebudayaan Jawa-Yogyakarta diperlukan langkah strategis sebagai berikut :
Lahirnya strategi sebagai komparasi antara yang diharapkan dengan realita
Karena banyaknya jenis dan nilai yang dikandung di dalam budaya Jawa Yogyakarta, maka perlu dilakukan :
a. Pemilahan dan pemilihan
b. Dilakukan reinventarisasi, reinterpretasi, pemberian ruh baru terhadap jenis dan nilai budaya tertentu baru kemudian dilakukan reaktualisasi dan transformasi
Pemahaman dan penanaman kebudayaan Jawa-Yogyakarta melalui jalur tri pusat pendidikan : keluarga, sekolah dan lingkungan
Perlunya mencetak aparat pemerintah dari jajaran atas sampai Ketua RW dan RT menjadi pamong budaya. Untuk ini diperlukan penataran dan sosialisasi khusus dalam jangka waktu tertentu
Target keuntungan yang utama adalah keuntungan budaya baru keuntungan yang lain mengikuti, misal keuntungan ekonomi.
Acara tersebut menjadi semakin gayeng dengan kehadiran seorang pemerhati dan budayawan, Drs Indra Tranggono. Dia melihat segi kreatifitas masayarakat Yogyakarta yang sebenarnya bisa didaya saingkan, tetapi justru terpinggirkan. Beliau mencontohkan saja dengan budaya kuliner, kenapa makanan gudeg lebih enak dibungkus dengan daun pisang, bagaimana makan dengan pincuk dan suru.
Ditambahkan olehnya bahwa tema Strategi Peningkatan Daya Saing Kebudayaan DIY, memunculkan beberapa persoalan.
Pertama, frase “peningkatan daya saing kebudayaan DIY” berasosiasi kepada makna, bahwa berbagai potensi kebudayaan DIY membutuhkan upaya strategis agar mampu bicara dan beraktualisasi secara optimal serta bersaing dengan nilai-nilai lain, Kedua, frase di atas juga memunculkan pemahaman bahwa kehidupan masyarakat modern merupakan ruang perebutan makna dari berbagai nilai.
Ketiga, frase di atas mengandung horison harapan atau cita-cita kolektif, “DIY sebagai pusat budaya tahun 2020”, sehingga perlu pemetaan kekuatan potensi nilai-nilai DIY sekaligus upaya aktualisasinya.
Secara kultural DIY sering disebut dengan Yogyakarta. Menurut Umar Kayam, Yogyakarta adalah kota yang unik. Ia adalah satu kota tradisional Jawa yang pernah menjadi ibukota suatu kerajaan (Ngayogyakarta Hadiningrat—pen) dan menjadi ibukota republik (Indonesia). Dalam kedudukan ini, kota yang secara budaya berorientasi pada nilai-nilai kebudayaan Jawa ini, mengalami suatu dialog nilai budaya dengan nilai-nilai lain secara gencar. Pada konteks Yogyakarta, ambivalensi itu mewujud pada ekspresi dan perilaku warga masyarakatnya yang lentur, plastis menyikapi nilai-nilai budaya lama dan nilai-nilai budaya baru. Tantangan serius kita sekarang adalah: kebudayaan pop atau kebudayaan massa yang telah merebut dan menguasai ruang sosial, ruang budaya dan ruang psikologi masyarakat.
Kenapa kebudayaan pop cenderung dominan dan hegemonik?
Pertama, paradigma pembangunan negara kita menggunakan ekonomi sebagai panglima. Kedua, politik kebudayaan negara (pemerintah) cenderung kurang memproteksi kebudayaan lokal/tradisional. Maka jika DIY ingin ke depan ingin meningkatan daya saing kebudayaan untuk menjadi “Pusat Budaya Tahun 2020”, perlu melakukan beberapa langkah stategis.
Pertama, keberanian dan kecerdasan untuk menggunakan kebudayaan sebagai orientasi nilai atau paradigma pembangunan.
Kedua, perlu identivikasi dan pementaan potensi kebudayaan DIY
Ketiga, meningkatkan daya saing kebudayaan di DIY baik terhadap nilai-nilai global/modern atau nilai-nilai etnis lain membutuhkan ketajaman visi kebudayaan untuk membaca perubahan.
Dalam kesempatan tersebut ada beberapa saran dan masukan yang sangat menarik, salah satunya dari Ibu Larasati Suliantoro yang diantaranya menyampaikan ketidakpuasannya terhadap situasi dunia kebudayaan. Dalam perkembangan kebudayaan lokal ditemukan ketimpangan. Kebudayaan tanpa perempuan tidak ada. BAPEDA semestinya menyoroti perempuan, karena perempuan merupakan pengemban kebudayaan. Revolusi damai. Wanita harus kembali pada busana Jawa. Perkara kuliner bukan masalah sepele, bukan hanya sajian, tetapi menyangkut lingkungan. Perkuliahan kebudayaan harus dikaji menurut Ilmu Filsafat untuk para aparatur. Di DIY harus ada keteladanan, yang harus dikikis kasus yang kelihatan dulu. Dia juga menyatakan tidak setuju kalau falsafah wanita sebagai konco wingking dihilangkan oleh emansipasi, sehingga perlu revitalisasi dan reinterpretasi nilai-nilai lokal.
Demikian yang bisa kami laporkan dari ruang Seminar Peningkatan Daya Saing kebudayaan DIY.

Meraih Sukses melalui Pengamalan QI














Judul Buku : Quantum Ikhlas, Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati (The Power of Positive
Feeling)
Pengarang : Erbe Sentanu
Penerbit : PT Alex Media Komputindo-Kelompok Gramedia
Tahun : 2007
Kota : Jakarta
Tebal : 236 halaman
Kebahagiaan merupakan keinginana alamiah manusia yang sebenarnya dapat dengan mudah diraih oleh setiap manusia. Buku ini akan menjelaskan bagaimana mencari kebahagiaan secara praktis seperti tertuang dalam kebijaksanaan nenek moyang, tuntunan agama maupun penjelasan ilmiah.
Dengan bantuan teknologi gelombang otak DigitalPrayer Alphamatic kita akan mengetahui bahwa hal-hal yang di luar kemampuan pandang kita menjadi hal yang rasional dan sederhana untuk dipahami.
Sikap ikhlas sangat diperlukan setiap orang yang ingin mencapai apa yang dicita-citakan. Dan yang terpenting bagaimana mengenali rasanya dan cara-cara bagaimana mencapainya. Terkadang-kadang orang terjebak pada makna ikhlas yang salah. Komponen ikhlas yang terdiri dari sikap syukur, sabar, fokus, tenang, dan bahagia, justru dianggap sikap yang lemah. Dalam kondisi ikhlas manusia akan menjadi sangat kuat, cerdas dan bijaksana. Kita bisa berpikir lebih jernih, mampu menjalani hidup dengan lebih efektif dan produktif untuk mencapai tujuan. Bahkan hubungan kita dengan siapapun akan terjalin semakin menyenangkan.
Di dalam buku ini kita akan dipandu secara berangsur meninggalkan zaman dominasi otak (Positive Thinking) untuk memasuki era kolaborasi hati (Positive Feeling). Dan menyempurnakan proses keberhasilan individu maupun korporat dari metode Goal Setting yang memberatkan kepala menuju era Goal Praying yang lebih menyejukkan di hati.
Proses positive thinking dan goal setting biasanya hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri yang berupa force untuk meraih future yang sukses.
Buku ini akan memberi manfaat bagi kita, dia akan membimbing kita untuk meraih kebahagiaan yang hakiki.

Friday 18 January 2008

GERRRR ...sama Kelik



Judul Buku : Please Edan! Gerr....Sama Kelik Pelipur Lara
Penulis : Kelik PL
Penerbit : PINUS Yogyakarta
Tahun : 2006
Tebal : 186 halaman
Kelik adalah guru besar plesetan Indonesia, sepantasnya dia membuat diktat atau bahan kuliah bagi mahasiswa-mahasiswinya. Buku ini berisi bahan-bahan banyolan yang sering digunakan Pak dosen plesetan ini. Dia hanya akan menambah komunitas plesetan lebih luas lagi.
Dalam buku ini akan tampak bagaimana Kelik mampu menjadikan pelajaran sekolah menjadi lelucon. Bagi generasi muda yang ingin studi bahan literatur lawak dengan gaya plesetan semestinya belajar kepada Kelik Pelipur Lara. Berbagai joke-joke segar ciri khas KPL tersaji dengan lengkap di buku ini.
Dengan adanya buku ini maka bahan-bahan lawakan model Kelik mampu terdokumentasikan. Hal tersebut dulu jarang dilakukan oleh para pendahulunya. Banyak sekali pelawak zaman dulu yang belum sempat mendokumentasikan joke-joke lawaknya dalam bentuk tulisan. Biasanya hanya tertular dari mulut ke mulut. Ini berarti Kelik mempelopori historiografi dunia lawak.
Jika kita membaca halaman depan dalam bukunya KPL ini, dirinya berusaha mengungkapkan kemisterian sosok Kelik pelipur Lara. Dia mengaku lulusan S3, maksudnya SD, SMP dan SMA. Di sekolahnya suka nakalin gurunya. Di halaman-halaman tersebut kita bisa melihat riwayat hidup guru plesetan ini. Bagaimana dia merangkak dari Tugu Yogya sampai Tugu Monas, semuanya terungkap di sana. Dia merangkak gerr sama sahabat-sahabatnya. Gerr merangkak dari Tugu Jogja hingga Monas Jakarta.
Pada halaman 27 dia mulai mengungkap filosofi segala sesuatu berdasarkan huruf-huruf yang disandangnya. Misalnya :
PRIA
P= Pembohong nomer 1 dunia
R=Rayuannya maut bila dimabuk cinta
I=Inginnya selalu di atas
A=Anaknya 2, di luar ngaku bujangan
WANITA
WA=Wajahnya selalu dirias, agar pria senantiasa terpesona
NI= Niatnya baik kalau ada maunya
TA=Tapi akan menyerah pasrah di kala suami gajian
Kemudian tipe cowok dari jenis motornya
Yamaha : yang Mau Harap Antri
Shogun : Semua Orang Tertegun
Honda : Hobinya nongkrongin janda
...................................................Untuk mengetahui lebih lanjut tentang filosofi pria dan wanita versi KPL bisa membaca selengkapnya di halaman 27 'TOPLES'
Kemudian di halaman berikutnya Kelik memberikan joke-jokenya dengan judul-judulan Cerpen (Cerita Plesetan). Dia membuat fragmen-fragmen cerita plesetan. Misalnya tentang Indekos (Inepan Deket Kampus), "AIR LOVE YOU".
Kalen Gerr yang dia paparkan pada halaman-halaman selanjutnya, dia membiaskan hari-hari nasional dalam plesetan-plesetan. 11 Maret menjadi KUPERSEMAR, 2 Mei Hari Mudik Nasional dan lainnya.
Pada bab Kelompentapir (Kelompok Penjawab Tanpa Berpikir) muncul banyolan-banyolan yang berhubungan dengan mata pelajaran di sekolah.
Sebutkan rumus kimia yang ada hubungannya dengan binatang .....
a. HCL mencuri timun
b. KCL mencuri timun
c. Na Cl mencuri timun
d. Ketiga-tiganya benar
Untuk mengetahui isi soal-soal yang keluar dalam ujian masuk perguruan perlawakan Indonesia baca selengkapnya di halaman 128..............., dijamin lulus secepatnya langsung gila.
Pokoknya pembaca ditanggung akan gerr dengan buku ini. Siap ber ha-ha-ha ya. Referensi atas kelucuan buku inipun telah diakui Helmi Yahya, SYS Ns, Didit, Arzeti, dan Wawan Bakwan, serta masih banyak lagi yang mengakuinya.

Orang Miskin Dilarang Sakit

Judul Buku : Orang Miskin Dilarang Sakit
Penulis : Eko Prasetyo
Penerbit : Resist Book, Yogyakarta
Tahun Terbit : 2004
Tebal : 146 halaman
Buku ini diawali dengan sebuah ungkapan dari Charles Darwin "Bukanlah yang terkuat yang akan hidup, melainkan yang paling adaptif". "Jangan sakit kalau nggak punya duit!. Wah suatu ungkapan yang sangat kejam bukan. Kesehatan memang mahal. Ongkos obat dan rumah sakit membumbung tanpa kontrol. adanya penyakit membuat banyak pihak mendapat untung. Sudah biayanya tinggi, setiap kesalahan medis sangat sulit untuk diadili. Mahalnya ongkos masih juga diperuncing oleh beredarnya obat palsu.
Soal kesehatan yang tak beres membuat bangsa ini rutin dikunjungi wabah. Dari demam berdarah, malaria, TBC, bahkan hingga AIDS.
Buku ini merupakan salah satu seri buku "Dilarang Miskin" yang mengisahkan kaum miskin yang makin kehilangan hak-haknya. Hak-hak mereka telah terampas oleh hukum pasar. Kian hari orang miskin kian banyak, sedang kekuasaan semakin menjauh dari mereka. Neoliberalisme telah tidak memberi kesempatan yang luas bagi orang miskin untuk menikmati pendidikan, pelayanan kesehatan, tempat tinggal yang memadai, dan pekerjaan yang layak. Neoliberalisme sebagai ideologi dunia sukses meluluhlantakkan pertahanan hidup orang miskin.
Penyakit masyarakat selama ini berkembang bisa dikarenakan kecerobohan tetapi juga karena perkembangan industri makanan. Bangsa ini dikunjungi bermacam-macam jenis penyakit sampai akhir-akhir ini, seperti virus flu burung, muntaber kaki Gajah dan sebagainya, sehingga penulis menamakan kisah negeri penuh wabah ????.
Pemerintah harus mengambil kebijakan dalam peningkatan pelayanan kesehatannya agar masyarakat miskin dapat menjangkaunya, baik dari segi tempat maupun biayanya. Bila gaji para petugas kesehatan di Puskesmas itu masih rendah, kemungkinan mereka akan lari kepada nasabah yang banyak uangnya sehingga membayari mereka lebih banyak. Puskesmas semestinya memiliki fungsi yang lebih luas lagi selain sebagai pusat pelayanan kesehatan juga menjadi pusat pendidikan dan pelatihan pencegahan dan perawatan penyakit sehingga ada kemandirian masyarakat dalam kesehatan. Dengan desentralisasi semsetinya disediakan ruang bagi praktik pelayanan kesehatan berdasar pengetahuan budaya lokal. Setiap wilayah, sesuai dengan struktur demografi dan kondisi masyarakat dapat menyusun sendiri subsistem pelayanan kesehatannya. Masyarakat akan lebih pintar pengetahuannya tentang penyakit, cara mengantisipasi dan mengobatinya. Diharapkan masyarakat tidak menjadi korban iklan obat-obatan mahal dan makanan instan yang justru menimbulkan efek negatif lainnya.
Dengan industri obat-obatan dan kapitalisme ilmu kesehatan, harga obat dan pelayanan kesehatan memang akan lebih mahal. Oleh karenanya banyak masyarakat miskin yang akan membiarkan dirinya bersakit-sakit.
Kalau dilihat sekilas dari tema-tema yang diangkat dari buku ini, yang tampak dari daftar isi buku tersebut, tentu akan menimbulkan kening kita terangkat :
Pendahuluan : Dari mana Asal muasal Sebuah Penyakit
Dalam bagian 1 Kisah Negeri Penuh Wabah, di sana kita akan tahu bagaimana...
Wabah yang meneror penduduk .........Teror menyerbu TKI dan Medan Konflik ..............Mestinya Puskesmas itu.............Mewahnya ilmu medis ...........Pukulan biaya kesehatan................dan sebagainya
Dalam bagian 2 Sakit yang Miskin dan Yang Kaya
Yang Miskin yang susah...........Sakit Untuk Mereka yang Kaya dan sebagainya...........
Dalam bagian 3 Dunia Medis yang kapitalis dan kejam
Di sana penulis menunjukkan tangannya tentang kapitalisme obat, berebut konsumen dengan siasat licik, malpraktik dan kebalnya para dokter, Inilah Ujung dari sistem kapitalisme kesehatan.
Pak dokter, bu dokter tolonglah orang-orang miskin, biarlah Tuhan yang menggajimu lebih besar nanti.............

Tuesday 15 January 2008

Mawar itu berguguran di Prambanan



Reruntuhan Prambanan saat Gempa 27 Mei 2006 masih bertebaran di halaman kompleks candi. Seorang perempuan berkerudung sutra ungu duduk termenung di anak tangga candi syiwa. Larasati, teman-temannya biasa memanggil. Kerudung berwarna ungu yang dikenakannya melambai-lambai di tiup angin. Mata-mata di balik kaca mata hitam itu menyembunyikan sebuah rahasia. Tangan-tangannya menggenggam lututnya. Di sinilah dulu dia meluangkan waktunya bersama dengan Dewo. Ketika itu mereka sibuk kegiatan konservasi bersama-sama. Andai Larasati tidak memaksakan diri untuk melanjutkan studi ke Victoria Australia, mungkin Dewo ada di sampingnya sekarang ini. Yah, Larasati tinggal meratapi nasib. Kesuksesannya sebagai dosen di sebuah universitas ternama di kotanya tanpa ditemani oleh orang yang sangat dicintainya.

Kemarau yang disertai global warming telah memandikan seluruh pengunjung Prambanan dengan sinar matahari. Panas tersebut telah membuat banyak pemuda pemudi menggosok-gosok kulitnya, takut menjadi bertambah hitam. Larasati sendiri sudah tidak peduli dengan panas tersebut, karena dia sudah tidak merasakan panas itu. Seperti halnya apakah dia merasakan apa rasanya cinta itu. Manisnya sudah berubah menjadi nano-nano, pedas, pahit, hambar sekali. Kenapa dia tidak mau membalas, pengkhianatan gharus dibalas dengan pengkhianatan.

Dia masih ingat ketika Dewo selalu mengiriminya email ketika dulu masih di Victoria. Indah sekali, ..........my dearest, I miss you. Kata-kata puisi itu terasa gombal. Ternyata kata-kata lewat email itu tidak bisa mewakili hati nurani.

Kemudian Dewo juga berkata, 'Kalau kamu udah pulang dari Victoria kita akan married, oke..............tapi kapan kamu pulang, bukankah kamu berat dengan bule-bule itu..............jadi...............oh my dearest' apa itu..........Larasati, Larasati'
Semuanya gombal. Ketika itu Larasati baru liburan, dia rindu sekali ingin melihat Candi Prambanan. Dulu dia sering pergi ke sini bersama teman-teman kuliahnya. Sengaja dia tidak memberitahukannya kepada Dewo, karena mau membuat kejutan. Dia waktu itu sedang bersendau gurau dengan teman-teman Australianya. Tanpa sengaja dia melihat seorang lelaki yang menggandeng seorang perempuan, yang tidak lain Dewo. Larasati berusaha menutupi tubuhnya di balik teman-teman Australianya. Larasati agak ragu juga, apakah itu Dewo atau bukan ? Dia amat-amati tanpa setahu Dewo. Ternyata Dewo telah bersama perempuan lain, yah tidak tahu siapa dia.
Dia tidak mau beranjakpun dari tempatnya mengintip itu, memperhatikan tingkah laku keduanya, sampai pada kesimpulan bahwa mawar-mawar cinta yang dikenangnya di Victoria itu telah berguguran. Warnanya sudah pudar, tidak karuan.
Dia sembunyikan rasa hatinya tersebut di hadapan teman-teman kuliahnya di Victoria. Dia diam saja, seolah-olah tidak tahu. Setelah berpamitan dengan kedua orangtuanya dia segera terbang ke Victoria.
Dan kini dia ingin mengenang kembali kejadian itu di Prambanan lagi, setelah gempa terjadi 20 Mei 2007 lalu baru kali itu dia ke sana. Itupun dia datang sendiri. Bayangan-bayangan Dewo terus berterbangan di angan-angannya.
Dia masih ingat ketika Dewo menolongnya saat gaunnya tersangkut kawat pagar hingga dia hampir terjerembab.
"Larasati-Larasati, hati-hati dong, matanya doang yang besar....." kata Dewo sambil memegang tangannya.
Itu dulu ketika Larasati dan Dewo masih bersama-sama, tetapi kini itu hanya kenangan bagi Larasati. Dewo sendiri tidak tahu bagaimana kabarnya, karena begitu dia putus dengan Dewo keluarga Larasati tidak mau menyebut-nyebut nama Dewo. Larasati sendiri tidak bisa melupakan bayangan Dewo sampai kini. Pinangan-pinangan yang datang setelahnya tidak satupun mengena hatinya.
Ibunya sering berkata dann mengingatkan berkata, apasih yang mau kamu cari Larasati, lupakan Dewo, kamu cari yang lain, kamu nggak malu dikatakan perawan tua apa? Tetapi Larasati hanya menjawab, "Kalau Ibu malu punya anak tidak punya suami, Larasati mau pergi saja ke Victoria lagi, di sana kuliah dan kerja lagi. Aku nggak takut Bu disebut oleh orang-orang di sekitarku sebagai perawan tua. Aku nggak akan takut dan malu jadi perwan tua Bu, terserah orang mau bilang apa. Harusnya Ibu bangga aku bisa kuliah tinggi, sementara itu tidak dimiliki oleh anak-anak gadis lain Bu. Mereka hanya pingin cepat kawin, punya anak banyak, diperbudak oleh suaminya harus nyuci baju-bajunya, aku kuliah tinggi bukan untuk jadi budak, Bu. Kuharap Ibu mengertilah."
Ibunya hanya menggeleng-nggeleng kepala,"Masya Allah, Larasati, Larasati, andaikata Ibu dulu hidup di zamanmu ini, mungkin Ibu juga akan berbuat yang sama, Ibu berdoa untukmu semoga kebaikan bersamamu, Nak, Gusti Allah selalu memberkatimu".
Kata-kata Ibunya itu terus terbayang dan berbaur dengan bayangan kepedihan dan keindahan hidup bersama Dewo. Dia dulu berpacaran di Candi Prambanan, putus pun di Candi Prambanan. Belum lagi omongan-omongan tetangga yang suka sok tau urusan orang.
Ketika angan-angan kosongnya itu melambung jauh, di depannya ada anak kecil terjerembab ke kaki Candi. Anak itu menangis tersedu-sedu. Lamunan Larasati pecah oleh tangisan seorang anak. Diraihlah tangan anak itu, ditarik badannya, kemudian dibersihkan. Dia periksa luka-lukanya. Kemudian dia kasih hansaplast di lututnya yang terluka.
"Terima kasih ya Tante, untung ada Tante, tadi lari-larian, malah jatuh..............." bisik anak itu.
Larasati hanya mengangguk......................."Kamu sendirian ke sini, kecil-kecil berani..."
Anak itu menggeleng dan berkata,"Mmmm, sama Papa dan Mama, cuman mereka lagi asyik ngobrol, saya khan bosan kalau diam saja, Te............"
Kemudian dari tas Larasati mengambil lolipop, "untukmu............."
"Terima kasih ya Tante, saya mau manggil Papa dan Mama, biar kenalan sama Tante, Tante baik sekali.."
Belum sempat Larasati bicara, anak itu lari ke arah Papa Mamanya. Sekelebatan dia melihat orangtua anak itu, ternyata anak itu anaknya Dewo. Ketika Dewo mendekat, Larasati sudah menghilang di balik pengunjung-pengunjung Candi Prambanan yang lainnya.
*****Cerita ini hanya fiktif belaka, bila ada kesamaan kisah dan nama mohon maklum, jangan ada yang marah**************

Press Release Seminar Pendidikan

SEMINAR
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
JANGKA MENENGAH DIY TAHUN 2009 - 2013


RadyoSuyoso Selasa, 6 November 2007---- Dalam kerangka mewujudkan visi pembangunan DIY tahun 2020 sebagai pusat pendidikan terkemuka, diperlukan upaya-upaya strategis yang mampu memecahkan persoalan mendasar dan berbagai tantangan di masa depan. Menuju DIY sebagai pusat pendidikan terkemuka, menuntut kondisi berbagai prasyarat dan tata nilai pengembangan pendidikan yang berkualitas lebih baik dan unggul dibandingkan daerah lain baik pada tingkatan regional, nasional, maupun internasional.

Pengembangan pendidikan berkualitas di Provinsi DIY dalam segenap aspeknya secara bertahap haruslah disiapkan secara sungguh-sungguh, terutama menyangkut kualitas sumberdaya, proses, dan hasil pendidikan serta kondisi lingkungan social pendidikan. Sehingga dapat diwujudkan suatu kondisi pengembangan pendidikan di masa depan yang komprehensif, terpadu dan implementatif. Karena itu peran serta dari berbagai stakeholder pendidikan di provinsi DIY sungguh sangat diperlukan, terutama untuk dapat memberikan konstribusi berbagai ide gagasan dan pemikiran konstruktif dalam kerangka pengembangan pendidikan DIY menuju lima tahun ke depan.

Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai wahana untuk menggali, menampung dan meramu berbagai ide gagasan dan pemikiran konstruktif yang dimaksud maka BAPEDA Provinsi DIY antara lain menyelenggarakan Seminar dengan tema Pengembangan Pendidikan Jangka Menengah DIY Tahun 2009 – 2013 pada hari Selasa, 6 November 2007 di Gedung Radyosuyoso, BAPEDA Provinsi DIY. Diharapkan pemikiran-pemikiran tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam merumuskan rekomendasi-rekomendasi pengembangan pendidikan di Provinsi DIY yang lebih komprehensif, terpadu, dan implementatif dalam jangka waktu lima tahun (Tahun 2009 – 2013). Adapun peserta seminar yang hadir dalam kesempatan tersebut mencakup berbagai stakeholder pendidikan di wilayah Provinsi DIY, antara lain : BAPEDA Provinsi DIY dan BAPPEDA Kabupaten/Kota yang membidangi pendidikan, Bidang / Seksi di Dinas Pendidikan Provinsi DIY beserta UPTD, seluruh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di Provinsi DIY, Dinas instansi terkait, kalangan Perguruan Tinggi, organisasi atau lembaga-lembaga non pemerintahan lainnya. Seminar ini langsung dibuka oleh Kepala BAPEDA Provinsi DIY, Bapak Ir. Setyoso Hardjowisastro, M.Sc. yang dalam kesempatan tersebut sekaligus memberikan sambutan pengarahannya.

Dalam sambutan pengarahannya tersebut, beliau menyatakan bahwa pembangunan pendidikan kiranya tidak akan lepas dari urusan pembangunan secara keseluruhan karena urusan pendidikan memang mempunyai dimensi dan saling mendukung dengan urusan pembangunan lainnya sehingga diperlukan keterpaduan, kebersamaan dan saling sinergis dalam semua tahapan pembangunan lainnya sehingga diperlukan keterpaduan, keberamaan dan saling sinergis dalam semua tahapan pembangunan tersebut baik perencanaannya, pengorganisasiannya, pelaksanaannya maupun aspek evaluasi dan pengendaliannya. Menurut beliau keberhasilan pembangunan bidang pendidikan itu ada keterkaitannya dengan pembangunan bidang lainnya dengan pengertian bahwa :
1. Hasil pembangunan bidang pendidikan akan berpengaruh terhadap pembangunan bidang lainnya
2. Untuk mencapai hasil pembangunan pendidikan yang baik diperlukan dukungan dari urusan / sector / bidang pembangunan lainnya secara sinergis.
3. Untuk itu diperlukan sinergitas strategi/kebijakan/program/kegiatan dari berbagai bidang pembangunan lainnya untuk mewujudkan visi Pembangunan DIY sebagai Pusat Pendidikan Terkemuka.

Sinergitas dan kerja sama dalam pembangunan sektor pendidikan dengan sektor lain menjadi sangat penting dalam diskusi hari ini. Terbukti hal tersebut disinggung oleh semua pembicara. Kepala Bidang Daya Saing dan Kemandirian Masyarakat, BAPEDA Provinsi DIY, yakni Bapak Ir Azharudin AR, juga menekankan betapa pentingnya sinergitas dalam pengembangan pendidikan. Menurut beliau, pengembangan Pengembangan Pendidikan perlu bersinergi dengan sektor lainnya, Pendidikan (Long Life Education) bukan hanya tanggung jawab Dinas Pendidikan, karena cakupan pendidikan meliputi pendidikan formal, informal dan non formal. Selama ini beliau melihat bahwa sinergitas sektor lain dengan pengembangan pendidikan belum ”tune in” (karena sektor lain merasa tidak terkait). Masing-masing sektor berjalan sendiri-sendiri. Pernyataan tersebut diperkuat lagi oleh Pak Prof. Dr. Sudjarwadi, yang waktu itu berbicara selaku Ketua Komite Rekonstruksi Pendidikan DIY, menurut beliau inisiatif individual untuk peduli persoalan bangsa bila dilakukan bersama-sama akan menjadi inisiatif kolektif yang akan menambah nilai positif yang baru, kegairahan sehingga akan muncul aksi-aksi yang lebih real, konkret, berkesinambungan. Oleh karenanya visi dari Komite Rekonstruksi Pendidikan ingin menginspirasikan sinergitas pihak-pihak yang peduli pendidikan sehingga menimbulkan kegairahan untuk perubahan.
Sementara itu dalam kesempatan tersebut Bapak Baskara Aji, dari Dinas Pendidikan mengingatkan kembali tentang tiga payung kebijakan dalam pengembangan pendidikan di DIY, yaitu pemerataan dan perluasan akses; peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; penguatan tata kelola (Governance), akuntabilitas dan pencitraan publik. Dalam penanganan bidang pendidikan diperlukan andil berbagai pihak/stakeholder guna mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Dengan penanganan pendidikan yang lintas sektoral akan mengurangi beban angka pengangguran yang cukup besar. Misalnya dengan Dunia Usaha, kalau dulu pendidikan hanyalah pendidikan, dunia usaha hanyalah dunia usaha, mulai tahun 1994 sudah mulai menghubungkan mata rantai pendidikan dengan dunia usaha. Bentuk kerjasama tersebut dapat dalam bentuk praktek kerja lapangan, praktek kerja industri, ujian kompetensi, sinkronisasi kurikulum berdasarkan kompetensi, demikian ditambahkan oleh Bapak Djoko Purwanto dari KADIN Provinsi DIY.
DIY sebagai bagian masyarakat global akan terbawa arus competitiveness dunia. Selama ini menurut Bapak Drs. M. Afnan Effendi Hadikusumo, masih tampak pencitraan yang negatif terhadap dunia pendidikan yang harus segera ditangani , antara lain adalah : kurang meratanya pendidikan, kurang relevansinya pendidikan dengan dunia kerja, lunturnya budaya bangsa, rendahnya kualitas pendidikan, turunnya daya beli masyarakat, minimnya kesejahteraan guru dan karyawan, minimnya promosi pendidikan di DIY, rendahnya budaya baca. Akan tetapi, menurutnya Pemda DIY belum terlambat untuk melakukan berbagai perbaikan guna peningkatan mutu pengembangan pendidikan di DIY. Tentu saja tantangan dalam pengembangan pendidikan DIY harus ditangani oleh berbagai stakeholder.
Demikian laporan dari ”Seminar Pengembangan Pendidikan Jangka Menengah 2009-2013” di Radyo Suyoso BAPEDA Provini DIY. Diharapkan para peserta dan pembaca Press Release ini bisa menjadi agen dari perubahan dalam perbaikan kualitas bangsa.

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan