Wednesday 10 October 2007

Dialog Budaya & Gelar Seni “YogyaSemesta” Seri-6

Komunitas Budaya Yogya Semesta
Jl. Cendana 9 Yogyakarta tel: 0274 7460235 fax: 0274 374919 email: yogya_semesta@yahoo.co.id


Mujahadah Kawula Alit:
Manekung, Maneges, Munajat Ing Gusti


“Duh Gusti ...
Nuwun sewu-sewu sembah kawula
Saking raos kang ginolong-gilig lan nyawiji,
Kawula alit ginugat-ginurit, nyuwun sih Asihing Gusti ...”
--Djoko Rahardjo


IMAM Ja’farAl-Shadiq AS. berkata, “Hati orang-orang arif terdiri atas tiga unsur: rasa takut, harapan, dan cinta. Takut adalah cabang ilmu, harapan cabang keyakinan, dan cinta cabang makrifat. Bukti takut adalah berlari, bukti harapan adalah meminta, dan bukti cinta adalah mengutamakan Kekasih daripada yang lain. Kalau terdapat ilmu dalam hati, ia takut. Kalau terjadi rasa takut, ia berlari. Kalau berlari, ia selamat. Kalau bersinar cahaya keyakinan dalam hati, ia menyaksikan kebaikan, kalau bisa melihat kebaikan, ia berharap. Kalau merasakan manisnya harapan, ia mencari, dan kalau berhasil dalam mencari, ia pun mendapatkan.

Kalau cahaya makrifat bersinar dalam hati, maka bertiup kencang angin cinta. Kalau bertiup kencang angin cinta dan merasa senang dalam bayang-bayang Kekasih, ia mengutamakan Sang Kekasih atas selainnya, melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta mendahulukan pilihan pada keduanya atas segala sesuatu selain keduanya itu. Dan jika istiqamah bersama hamparan kesenangan bersama Sang Kekasih, dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, ia sampai pada inti munajat dan kedekatan.

Hati Orang-orang Arif
Maka, ingatlah! Hai orang-orang mukmin, terutama segenap kawula alit yang “manekung, maneges, munajat ing Gusti” dalam Mujahadah ini, jika ingin memperoleh ridha-Nya, hendaklah memiliki hati yang arif agar dapat menangkap ilmu, keyakinan dan cahaya makrifat itu.



Ketiga unsur ini layaknya al-haram, masjid, dan Ka’bah. Maka, siapa yang masuk al-haram, ia aman dari segenap makhluk. Siapa yang masuk masjid, aman anggota raganya dari digunakannya dalam maksiat. Siapa masuk Ka’bah, aman hatinya dari disibukkan oleh mengingat selain Allah Yang Maha Luhur.

Hukum-hukum Hati
Selanjutnya Imam Ja’far Al-Shadiq AS. pun menambahkan, “I’rab hati ada empat bentuk: raf’ (mengangkat), fath (membuka), khofdh (merendahkan), dan waqf (berhenti)”. Mengangkat hati dalam keadaan mengingat Allah Yang Maha Luhur, membuka hati dalam keadaan ridha terhadap Allah, merendahkan (menistakan) hati dalam keadaan sibuk dengan selain Allah, dan berhenti (tidak mengingat Allah) dalam keadaan kelalaian dari Allah. Tanda mengangkat ada tiga: kepatuhan, tidak ada penentangan, dan kesenantiasaan rindu. Tanda membuka ada tiga: tawakal, jujur, dan yakin. Tanda merendahkan ada tiga: sombong, ria, dan tamak. Tanda berhenti ada tiga: hilang manisnya ketaatan, tidak ada rasa pahitnya maksiat, dan rancu dalam ilmu tentang halal dan haram.

Maka, lihatlah pula, hai orang-orang mukmin, terutama kawula alit yang ber-munajat, apakah kamu tidak menyaksikan bahwa seorang hamba kalau mengingat Allah dengan takzim secara tulus, terangkat segala tirai antara dia dan Allah yang ada sebelumnya? Dan kalau hati tunduk pada qadha’ Allah Yang Maha Luhur dengan syarat rela dari-Nya, betapa terbuka dengan kegembiraan, kebahagiaan, dan ketenangan?

Penjagaan Hati
Imam Ja’far Al-Shadiq AS. berkata lagi, “Siapa yang menjaga hatinya dari kelalaian, dirinya dari syahwat, dan akalnya dari kebodohan, ia telah masuk dalam istana orang-orang yang selalu ingat. Lalu siapa yang menjaga ilmunya dari hawa nafsu, agamanya dari bid’ah, dan hartanya dari yang haram, ia termasuk golongan orang-orang saleh.

Rasulullah SAW. bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah”, maksudnya adalah ilmu tentang diri. Maka wajib bagi setiap diri seorang mukmin pada setiap keadaan agar senantiasa bersyukur dan memohon maaf, dengan makna jika Dia menerimanya, Dia telah bermurah hati dan kalau menolaknya, Dia telah berlaku adil (Mishbah As-Syari’ah). Itulah wujud “Asihing Gusti”, tertuang dalam intro tulisan ini, yang bagaimana pun juga pilihan itu harus diterima dengan lapang dada oleh para kawula alit, sebagai bentuk ketertundukan kepada-Nya.




Malam Seribu Bulan
Malam seribu bulan, laylat al qadr, telah datang. Dalam tradisi Jawa diawali dengan Malêm Sêlikuran, yang menandai malaikat-malaikat pada turun ke bumi menjemput doa, untuk nanti dibawa ke langit. Malêm Sêlikuran bisa disebut “lampah ratri ambirat wengi”, yang mengandung makna mengatasi kegelapan mengusir kekelaman. Adalah juga momentum mendekatkan diri ke haribaan-Nya –manekung-maneges-munajat kersaning Hyang Widdhi (Sri Sultan HB X).

Rasulullah SAW. adalah orang pertama yang meraih Lailatul Qadar, sekaligus menandai momentum pengangkatannya sebagai Rasul-Nya. Dengan begitu, bukan hanya garis tangan beliau saja yang berubah, tapi juga mengubah dunia, membawa berkah bagi umat manusia. Dan tentunya kita berharap, para kawula alit yang ber-munajat pada malam Mujahadah ini pun juga memperoleh limpahan hidayah-Nya.

Mujahadah Kawula Alit
Dalam bingkai spiritual seperti itu, bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan ini, maka kegiatan “YogyaSemesta” Seri-6 secara khusus dikemas dalam Mujahadah Kawula Alit. Mujahadah adalah perjuangan para hamba-Mu, kawula alit, yang mengharap pertolongan Allah SWT., dan secara konstekstual merupakan gerakan spiritual anak-anak bangsa yang mengalami musibah dan ujian hidup.

Mujahadah dimaksudkan menstimuli potensi nurani para Jama’ah, sebagai kunci hamba-Nya dalam menghadapi beratnya masalah-masalah kehidupan. Sinergi potensi itu adalah keikhlasan, khusnudzon, tawakal, optimisme, disertai kesabaran dalam berharap. Maka, bersabarlah wahai Saudaraku, semoga senantiasa bijak dan mampu memetik hikmah di balik kehendak-Nya yang tak terduga. Innallaha ma’shobirin.

Insya’ Allah Mujahadah pada Malam Seribu Bulan ini menjadi punya makna lebih, karena menjadi telaga spiritual yang mencerahkan hati dan menguatkan iman bagi kawula alit, agar dapat segera lepas dari beban hidup yang menghimpit. Amien ya Rabbal Alamien.

Tausyiah
Mujahadah ini akan diisi Tausyiah (tanpa dialog) oleh “Duo Kyai”: HM Jazir ASP, Pengelola Pondok Pesantren “Abdullah Ibnu Abbas”, Grojogan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, dan HM Nasruddin Anshoriy Ch, Pengasuh Pondok PesanTrend “Ilmu Giri”, Selapamiara, Bantul.



Diselingi tembang macapat “Sardula Kawekas” dan geguritan kawula alit oleh RAy. Hj. Sitoresmi Prabuningrat. Dipandu oleh Tazbir, SH, MHum, Kepala BAPARDA DIY, dan KAW Wibi Maharddika, SFil, Pimpinan Maharddika Java International (MhaJava).

Gelar Seni berupa Seni Hadrah arahan Gus Wibie merupakan kolaborasi seni Islami Sami’in Setia Sema’an Al-Qur’an Moloekatan Jantiko Mantap, Kelompok Shalawat Al-Mizan UIN “Sunan Kalidjaga”, Kelompok Gamelan Dusun Sedan, Sariharjo, Ngaglik, Sleman. Tempat & Waktu: di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kantor Pemerintahan DIY pada malam Slasa Wage, 9 Oktober 2007, jam 18.30-22.00. Diawali dengan shalat isya’ dan shalat tarawih, dilanjutkan dengan mujahadah.


Yogyakarta, 1 Oktober 2007

Komunitas Budaya
“YogyaSemesta”,



Hari Dendi



HB/hd.

No comments:

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan