Tuesday 22 January 2008

I GET DAE JANG GEUM FEVER

Miniseri Dae Jang Geum atau Jewel in The Palace yang diputar oleh MBC sejak 15 September 2003 hingga 23 Maret 2004 mencatat banyak rekor baru. Miniseri yang berdasar pada figur sejarah Dae Jang Geum memegang rating 47 % hingga 57,8 %. Pantaslah kalau Dae Jang Geum telah mengakibatkan demam pada budaya Korea. Masyarakat Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Canada, India, Iran, USA, Australia, Indonesia, Hongaria dan masih banyak lagi diguncang oleh kehadiran "Jewel in The Palace" atau "Dae Jang Geum" dengan tokoh utama Seo Jang Geum yang diperankan oleh Lee Young Ae, hingga banyak fans yang memuji aktingnya. Terhitung tiga bulan sejak Mei 2004 ketika mulai diputarnya miniseri di Taiwan telah menyedot banyak penggemar. Kemudian dilaunching oleh satelit NHK. Di dunia Barat demam Korea terjadi sejak diputarnya 60 episodenya di Chicago. Kalau kita nikmati dan hayati kata demi kata, kisah demi kisah, dari episode ke episode, maka kita akan menemukan banyak pelajaran di sana. Oleh karenanya saya ingin selalu melihat dan bercerita ke banyak orang. Telenovela Korea ini telah membantu pemerintah Korea dalam mempromosikan pariwisata dan budayanya. Di situ full aksi ilmu dan seni kuliner, bagaimana mengolah dan menyajikan makanan, ilmu dan seni pengobatan, nilai-nilai falsafah, seni busana, seni arsitektur tradisional, pandangan kecintaan pada bangsa dan negara, dan masih banyak lagi. Sikap hidup tokoh utama yang suka belajar ilmu pengobatan / dasar-dasar kedokteran dan ilmu tentang kuliner. Kita bisa lihat keindahan Korea. Telenovela Korea ini bersetting sejarah Korea seperti yang termuat dalam almanak Dinasti Joseon/Chosun. Inilah buktinya kalau bahan dan tema sejarah, budaya dikemas dalam produk hiburan yang profesional akan menghasilkan demam. Generasi mudapun akan enjoy saja.
Secara langsung ataupun tidak langsung film ini juga mempromosikan lokasi-lokasi yang indah di Korea. Istana Changdeokgung yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs pusaka budaya dunia dimunculkan pada episode 1 yang menggambarkan ceremonial iring-iringan Raja Yeonsangun, pada episode 3 ketika adegan ceremonial Raja Jungjong, pada episode 51 ketika adegan Raja Jungjong dihalangi masuk ke tempat kediaman putranya Gyeongwondaegun dan juga episode 51 dan 52 ketika Raja Jungjong berjalan dan ngobrol dengan Jang Geum. Istana Hwaseong Haenggung Palace, digunakan untuk adegan Jang Geum belajar menjadi dayang pada episode 3 dan 4, kompetisi memasak pada adegan 8, juga ketika adegan pelatihan dokter dan perawat perempuan dan masih banyak lagi adegan.
Selain itu syuting juga dilakukan di perkampungan adat tradisional Korea (Korean Folk Village) pada episode 54 di mana Jang Geum, Min Jung ho dan bayinya tinggal sejak Jang Geum melahirkan. Pada episode 51 menjadi tempat Jang Geum merawat pasien-pasien cacar di desa, dan masih banyak adegan yang mengambil syuting di tempat ini. Sebuah perkampungan rakyat di Jeju (Jeju Folk Village) juga digunakan syuting yang menggambarkan Jang Geum sedang belajar pengobatan dan menjadi budak untuk pemerintahan lokal Jeju dari episode 27 dan 32.
Pantai Hyeopjae di episode 28, merupakan lokasi di mana Min Jung-ho menyaksikan ke laut sejak Jang Geum pergi dengan dengan kapal dan ketika Dae Jang Geum lari dari gubug. Wah, Hyeopjae Beach terkenal dengan warna kilauan kepermata-permataannya.
Di Oedolgae pada episode 30 and 31, Jang-geum berdiri sendiri melihat jauh ke lautan. Tempat ini objek wisata terkenal di Pulau Jeju do.
Di gua Jeju Jinjigul Cave pada episode 54, Jang-geum menemukan seorang perempuan yang sedang akan melahirkan, Jang Geum membantu mengoperasinya untuk menyelamatkan Ibu dan putranya. Jinjigul Cave dibuat untuk perlindungan dari militer Jepang pada awal tahun 1945.
Seongeup-ri Ranch Area di Namjeju-gun (ATV Jeju Joy), banyak adegan dilakukan di Seongeup-ri, Pyoseong-myeon, Namjeju-gun. Ketika itu Dae Jang Geum menggendong mayatnya Lady Han dan menguburkannya di sana, juga ketika Jang Geum di bawa pasukan penjaga ke tempat pengasingan, ketika Jang Geum berziarah ke makam Lady Han.
Adegan yang sering muncul dalam miniseri adalah kesibukan para dayang istana menyiapkan hidangan makanan untuk Raja. Masing-masing dayang bersaing untuk bisa mempersembahkan makanan yang paling enak untuk Raja. dari sinilah muncul intrik-intrik. Kubu yang satu berkeyakinan bahwa mencari pengaruh politik melalui masakan adalah tindakan memalukan, sedangkan kubu yang lain, itu adalah syah-syah saja.
Sering kali diadakan kontes memasak di sana. Para dayang istana cekatan sekali tangan dan jarinya menyiapkan bahan-bahan makanan, bagaimana mengupasnya disertai keterangan bagaimana memperlakukan makanan agar berguna bagi kesehatan. Misalnya dilarang makan sayuran busuk, karena ini mengandung racun.
Ketika terjadi wabah penyakit di suatu desa, bagaimana Dae Jang Geum tidak melarikan diri seperti halnya teman-temannya, tetapi justru mencari sebab musabab wabah penyakit itu. Mula-mula hipotesis bahwa penyakit itu bukan wabah menular, tetapi karena sayuran busuk yang dikonsumsi bersama-sama dari waktu ke waktu hingga menjadi penyakit masal.
Ketika Dae Jang Geum mengikuti kompetisi pengobatan di Seoul, kalau dilihat dari kemampuannya dia pasti lulus terbaik, tetapi karena alasan tertentu gurunya membuatnya mengulang beberapa kali. Dae Jang Geum dianggap sombong karena kemampuannya. Dae Jang Geum berusaha menebus kesalahannya dengan mencuci baju teman-temannya, memasak makanan teman-temannya, pokoknya semua pekerjaan di luar belajar. Akhirnya Dae Jang Geum sukses menjadi asisten perawat di istana.
Dae Jang Geum sangat cepat mendiagnosis penyakit pasien, terutama dengan melihat warna muka si pasien. Ketika ada kasus di istana di mana permaisuri menderita penyakit yang hanya diyakini bahwa dirinya telah keguguran. Semua yakin pada hipotesis umum bahwa Permaisuri sakit karena habis keguguran. Dae Jang Geum yakin kalau di dalam perut permaisuri ada satu bayi lagi yang masih hidup karena permaisuri mengandung anak kembar.
Kalau kita memperhatikan tokoh utamanya pasti akan terkagum-kagum bagaimana Dae Jang Geum bekerja keras sebagai anak yatim piatu yang dianggap golongan rendahan, hidup di lingkungan yang menonjolkan status sosial, dominasi pria, tetapi terus bekerja keras, belajar akhirnya berhasil menjadi Tabib Agung pertama dalam sejarah dinasti Chosun, walaupun dihalangi oleh banyak orang, termasuk Ibu Suri sendiri, walaupun akhirnya dirinya lebih memilih hidup sebagai rakyat jelata yang terbebas dari segala permasalahan politik.

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan