Sunday 14 December 2008

Kapan ada dolanan anak lagi di halaman rumah?

Malam di masa kanak-kanak dulu indah sekali. Tetapi keindahan zaman dulu dengan zaman sekarang sungguh berbeda. Mungkin kalau dulu di malam terang bulan purnama, berkumpul di halaman banyak anak-anak kampung bermain bermacam-macam mainan, sekarang main melihat hingar bingar kota. Sekarang begitu banyak play station, games-games di internet, di kota-kota, di balik dinding gedung-gedung megah dan mewah, lari dengan sepatu roda. Jalan-jalan ke supermarket melihat barang-barang konsumsi yang mahal, karena tinggal minta orangtua. Ada tamiya (membuat dari kulit jeruk), barbie (dulu hanya pelepah daun pisang dibentuk dengan pisau), tembak-tembakan (dulu dengan bambu kecil).

Dari banyak cerita, anak-anak zaman dulu dengan zaman sekarang sungguh-sungguh jauh berbeda cara belajar dan menikmati waktu-waktu senggangnya. Anak zaman dulu memakai kekuatan yang serba alami, menghitung dengan tangan, dengan mencongak, tanpa alat lain, bermain juga dengan alam.

Katanya dulu ada petak umpet, dan tempat persembunyiannya selalu jauh, lebih dari lazimnya. Misalnya, ini di Jogjakarta, mungkin saja mainnya di Jalan Malioboro, penjaganya di Jalan Malioboro, teman-temannya ngumpet bisa sampai utara tugu, atau di balik jembatan kewek (kerk weg). Tempat penjagaan dan hukuman, biasanya berupa tatanan pecahan genting, mengambil bola yang ditendang sejauh-jauhnya. Yang jaga menata pecahan genting atau mengambil bola dan di tempatkan pada lingkaran yang sudah disepakati. Semuanya segera lari dan mengumpet sejauh-jauhnya. Kadang-kadang curang-curangan, mereka bermain tidak sesuai aturan. Mereka yang mengumpet malah pulang makan, atau yang jaga justru menyimpan bola di dalam bajunya dan segera pulang juga. Mana dulu jalan-jalan belum pada diaspal, berbatu-batu, kalau hujan becek, banyak kotoran bebek.

Kalau dilakukan malam-malam, bisa-bisa bersaing dengan hantu. Saya pernah dengar kata mereka pernah bertemu hantu dengan berbagai kelakuan, ada pula ada yang melihat hantu lagi sholat di tumpukan bata di sebuah rumah. Mereka kan baru petak umpet, dikiranya neneknya lagi sembahyang, eh setelah nengok kok lain. Ngeri deh. Tapi bagaimanapun menyenangkan, lebih ramai, lebih kompak, karena memang tv belum banyak.

Selalu menyenangkan. Katanya dulu jeruk bali adalah makanan yang mahal. Betapa berharganya hingga kulitnya dibuat mainan kereta-keretaan atau mobil-mobilan. Anak-anak harus dapat membuat lingkaran untuk roda agar dapat menggelinding seimbang, Dua lingkaran kulit jeruk dihubungkan dengan lidi yang diberi bambu agar roda dapat menggelinding. Bagaimana sedihnya kalau kulit jeruk itu dibuang.

Kemudian tembak-tembakan dengan bambu kecil, bambu dipotong kira-kira diameter 1 cm, kemudian membuat yang untuk mendorong peluru daun atau sogok telik dengan daging bambu yang sudah diraut halus. Biasanya bermain di kebun, yang banyak pohon-pohonan, sekalian membantu orangtua mencari kayu bakar.

Halaman rumah juga tidak diconblock, jadi kalau main gobag sodor enak, tinggal menggaris tanah itu berbentuk kotak-kotak ukuran 2 sisi kali 3 sisi. Ada dua kelompok bermain di dalamnya, yang satu berjaga di garis, yang lain berupaya untuk melampui setiap kotak tanpa disentuh yang jaga.

Jongjling, juga dengan persegi panjang yang terbagi-bagi atau jaringan kubus. Dengan mengangkat kaki satu melompati garis-garis di kotak itu mengitari kotak central, terus kembali ke tepi. Ada juga yang jalan dengan kaki satu sambil menendang gacok dari pecahan genting. Mereka harus menendang pecahan genting itu dari kotak ke kotak, tidak boleh melewati garis, dan membawa pada kotak yang isinya score yang biasanya tulisan mata uang, misalnya Rp 500, Rp 1000 dan lain sebagainya.

Bermain egrang, atau berjalan dengan batok kepala yang dihubungkan tali juga asyik. Bambu-bambu diberi tempat nangkring kaki, terus dipakai untuk jalan, butuh keseimbangan.

Pada malam hari purnama anak-anak bermain jamuran, di depan rumah berdinding kayu atau bambu yang berbentuk limas, panggang pe atau joglo, yang ada halamannya luas, mereka membentuk lingkaran, kemudian menyanyikan jamuran,...."jamuran..jamuran........gege getok jamur apa?" Jamur kursi, berarti mereka harus meniru kursi dan yang diduduki tidak kuat, harus jaga di tengah, jamur parut, berarti mereka harus berdiri dengan satu kaki lalu telapak kakinya digelitiki. Selain jamuran ada juga membuang kucing gering, mereka lari bersama berlomba mendapatkan posisi pada segi lima atau segi enam, yang nggak kebagian jaga di tengah. Terus anak-anak ayam dan pemangsanya, namanya lupa.

Mainan yang dilakukan duduk dan santai adalah dakon. Dakon adalah papan yang berlubang-lubang, tapi yang ngggak punya dapat dengan menggambar di tanah lingkaran berjajar hadapan, terus di ujung ada lingkaran besar satu untuk lumbung. Yang kurang jumlah biji sawo, atau asam atau batunya, berarti kalah bermain. Awalnya setiap lubang atau lingkaran disi batu, atau biji-bijian dengan jumlah tertentu, terus dimasukkan ke lubang lain satu persatu hingga habis, secara bergantian, yang kejatuhan biji yang terakhir, diambil untuk dibagi ke lubang lain, hinggga semuanya masuk ke lumbung. Bagi yang lumbungnya lebih sedikit maka dia kalah, dan berarti ada lubang yang ngacang.

Lompat kaki, kaki membentuk konfigurasi, kaki bersusun, lalu dilompati, kemudian menirukan kegiatan-kegiatan di rumah di dalam ruangan yang dibatasi kaki temannya. Sama sekali tidak boleh tersentuh, misalnya mencuci di dalamnya, kemudian tangan menjadi jemuran.

Masih banyak mainan lagi yang dilakukan anak-anak pada zaman dulu, lama-lama ada mainan baru pengaruh dari daerah lain, seperti sim-sim terima aksim, sim pada rambutan, tanda jalan yang lurus, rusak dimakan sapi, pi.....................Kemudian ada juga "putih-putih melati ali baba, ...............................................siapa yang baik hati cinderella, tentu disayang mama...................mutiara dalam lautan, cendrawasih burung irian dst. Kemudian kebun-kebun berubah menjadi real estate, perumahan mewah, lapangan golf, jalan-jalan besar yang tiap hari sibuk.

Disney land dengan Snow White, Cinderella, beauty and the beast, Frog Prince, di tv mengalahkan mainan-mainan itu. Lama-lama muncul play station dan internet. Mainan-mainan yang ada di halaman itu berganti mainan kelas cyber, mainan anak-anak metro.

No comments:

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan