Monday 16 March 2009

Fashionable Bahasa Ibu

Entah di mana saja sekarang ini bahasa yang paling dominan di media dengar kita, pergaulan kita, bahasa sinetron, menggunakan bahasa gaul, yang aslinya adalah bahasa Betawi, lue, gue. Betapa bahasa Betawi menempati posisi yang dominan di mana-mana. Tentu saja tidak ada salahnya, karena bahasa Betawi begitu luwesnya, tidak banyak aturan, dan bahasa Betawi menjadi bahasa gaul turunan dari bahasa Indonesia.

Ada celotehan kenapa generasi muda tidak mau memakai bahasa Ibu, karena sejak kecil dicekoki susu sapi, susu instan, jadi kalau bicara serba instant, kalau punya keinginan serba instant.

Indonesia, yang ditinggalkan oleh Gadjah Mada sebagai Nusantara baru, memiliki banyak bahasa Ibu. Dari 30 lebih provinsi yang ada memiliki dialek yang berbeda-beda. Anehnya bahasa Ibu kurang fashionable di tengah generasi muda. Bahasa Indonesia tidak diragukan sebagai bahasa nasional, oke, itu sudah kesepakatan bersama, akan tetapi di mana kekayaan Indonesia yang memiliki banyak bahasa Ibu dapat disaksikan banyak orang.

Ketika itu saya melihat teater tradisional yang dimainkan oleh remaja Kalimantan di Taman Budaya Yogyakarta. Syair-syair berbahasa Kalimantan yang dinyanyikan dalam teater itu yang diiringi semacam harpa/siter khas sana, harmonis sekali. Dan kalau difashionabelkan di kalangan generasim muda mungkin akn kedengaran indah.

Begitu pula ketika orang Bali sedang mengobrol dengan temannya, dengan t yang menjadi th, itu juga indah sekali. Ketika seorang Batak bicara dengan bahasa Bataknya, walau agak keras, tetapi ada ciri-ciri khas tertentu. Orang Aceh, orang Makassar, orang Nusa Tenggara, orang Palembang, dan lainnya masih banyak yang belum tersebut, kalau bicara dengan bahasa masing-masing akan kedengaran khasnya masing-masing, seperti dalam parade suara burung berkicau, masing-masing berkicau dengan jati dirinya, tanpa kehilangan jiwa sesama burung mereka.

Setiap bahasa dengan dialeknya tentu mengandung keindahannya masing-masing. Ayo generasi muda di Indonesia, kita semua memiliki bahasa Ibu, sayang kalau nggak pernah kita pakai dalam pergaulan, mereka harus fashionabel, harus dipakai terus menerus agar tidak punah. Bahasa Ibu menjadi unsur kekayaan kebudayaan Indonesia. Biarlah orang Betawi berbicara dengan ciri khas Betawi asal jiwa tetap Indonesia, biarlah orang Sunda tetap berbahasa bahasa Sunda asal jiwa tetap Indonesia, biarlah orang Kalimantan bebricara bahasa Kalimantan asal jiwa tetap Indonesia, biarlah orang madura bicara dengan bahasa Madura asal jiwa tetap Indonesia, biarlah orang Aceh bicara dengan bahasa Aceh asal jiwa tetap Indonesia, dan sebagainya, di mana setiap bahasa Ibu di seluruh Indonesia menjadi fashionable.

Kesan udik, ndeso, kampungan kalau memakai bahasa Ibu tidak perlu ditakutkan. Bahasa Ibu harus dipakai di mana-mana, walaupun ada peribahasa, di manapun bumi berpijak di situ langit dijunjung, tetapi ke mana larinya bahasa Ibu nantinya?

Biar nggak berkesan udik, ya dimodifikasi, agar kelihatan gaul, kira-kira bisa nggak ya bahas Ibu tidak ndesoni, kampungan, dan pemakainya tetap cerdas, anak muda yang trendi tetapi tetap berbahasa Ibu..................ha lah ide aneh ini.

No comments:

Pantai Glagah

Pantai Glagah
Pantai Glagah yang indah, dinding pemecah gelombang, kanal-kanal yang meliuk-liuk, adanya di Jogjakarta Sisi Barat bagian selatan